Novel Populer
SINOPSIS
DARI KUMPULAN NOVEL POPULER

Diajukan
untuk Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah Sastra Kontemporer Semester Empat
Program
Studi Bahasa Dan Sastra Indonesia
Dosen
Pengampu : Djwandana M.Pd.
Disusun
Oleh :
Murtiana
Nainggolan ( NIM : 1350800005
)
KELAS 4 A
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
VETERAN BANGUN NUSANTARA SUKOHARJO
2015

UNIVERSITAS
VETERAN BANGUN NUSANTARA SUKOHARJO
2015
Belenggu
astra33.blogspot.com/2012/03/sinopsis-novel-belenggu-karya-armijn.html
Seorang
dokter bernama Sukartono menikah dengan seorang yang cantik dan cerdas bernama
Sumartini. Sebenarnya keduanya tidak saling mencintai, karena memiliki
kepentingan masing-masing, akhirnya keduanya sepakat untuk menikah. Sukartono
merasa bahwa Sumartini adalah orang yang cocok untuk mendampingi hidupnya. Dia
menikahi Sumartini karena kecantikan dan kepandaianya.
Sumartini
menikahi Sukartono dengan alasan dia ingin melupakan masa lalunya. Tak lama
setelah membina rumah tangga, ternyata kehidupan mereka tidak harmonis. Mereka
sering bertengkar dan cekcok, bahkan saling diam tanpa komunikasi.
Sukartono
adalah seorang dokter yang menjunjung tinggi pekerjaanya. Dia bekerja disiplin
tanpa kenal lelah demi pasienya. Dia juga seorang dokter yang dermawan karena
sering membebaskan bayaran bagi pasienya yang tidak mampu.
Ternyata
pengabdian Sukartono pada pekerjaanya telah membuat dia lupa pada kehidupan
rumah tangganya. Sumartini merasa diabaikan dan beranggapan bahwa suaminya
lebih mencintai pekerjaan daripada dirinya, seakan tidak pernah ada waktu
komunikasi dalam rumah tangga. Hari-hari mereka sering dilalui dengan
pertengkaran. Sukartini merasa tidak memiliki hak di hadapan Sukartono. Itulah
yang memicu pertengakaran di antara mereka, sepertinya tiada hari yang dilalui
tanpa pertengkaran.
Waktu
pun berlalu, suatu hari Sukartono menerima telpon bahwa ada seorang pasien yang
sakit keras. Dia lalu diminta menemui pasienya di suatu hotel. Sukartono pun
memenuhi panggilan pasien tersebut. Setelah sampai di hotel, Sukartono kaget
bahwa pasienya adalah Rohayah yang merupakan teman sekolah dan sahabat masa
kecilnya.
Rohayah
menceritakan bahwa dia dipaksa kawin oleh orang tuanya. Dia tidak cocok hidup
dengan suaminya. Akhirnya dia pindah ke Jakarta dan memutuskan menjadi janda.
Sebenarnya Rohayah secara diam-diam telah jatuh hati pada Sukartono. Itulah
yang membuatnya mencari keberadaan Sukartono.
Setelah
bertemu, Rohayah kemudian melancarkan seranganya dengan memberikan
rayuan-rayuan dan pujian kepada Sukartono. Semula Sukartono tidak terpengaruh
dengan rayuan Rohayah. Tetapi setelah dirayu terus-menerus akhirnya dia jatuh
juga pada rayuan Rohayah. Sukartono merasa bahwa dengan Rohayah dia bisa
menemukan ketenangan hatinya yang tidak bisa dia peroleh bersama Sumartini.
Keharmonisan
hubungan Sukartono dengan Rohayah akhirnya tercium juga oleh Sumartini. Dia
marah dan jengkel, kemudian pergi ke hotel tempat Rohayah menginap untuk
memberikan caci maki dan menumpahkan amarahnya. Setibanya di hotel, perasaan
marah Sumartini luluh juga oleh kelembutan hati dan keramahan Rohayah.
Setelah
pulang dari hotel tempat Rohayah menginap, Sukartini berintrospeksi diri. Dia
merasa telah berlaku kasar pada suaminya dan tidak bisa memberikan rasa kasih
sayang seperti yang diinginkan suaminya. Dia lalu memutuskan untuk berpisah
dengan Sukartono.
Pada
mulanya Sukartono tidak mengijinkan keputusan Sumartini, bahkan dia juga akan
berusaha mengubah hidupnya untuk lebih perhatian pada Sumartini, tetapi karena
kebulatan tekad Sumartini, akhirnya Sukartono tak kuasa juga untuk mencegahnya,
mereka pun secara resmi berpisah. Hati Sukartono pun gundah. Dia merasa sedih
dengan perceraian tersebut.
Penderitaanya
bertambah ketika mengetahui bahwa Rohayah telah pindah dan meninggalakan sebuah
surat yang menyatakan perasaanya pada Sukartono. Pada akhirnya Sukartono
mengabdikan diri pada sebuah panti asuhan. Di tempat tersebut dia merasa
mendapatkan ketenangan batinya karena bisa membantu orang lain.
SELESAI
Layar
terkembang
Tuti
dan Maria adalah kakak beradik, anak dari Raden Wiriatmadja mantan Wedana
daerah Banten. Sementara itu ibu mereka telah meninggal. Meskipun mereka
adik-kakak, mereka memiliki watak yang sangat berbeda. Tuti si sulung adalah
seorang gadis yang pendiam, tegap, kukuh pendiriannya, jarang sekali memuji,
dan aktif dalam organisasi-organisasi wanita. Sementara Maria adalah gadis yang
periang, lincah, dan mudah kagum.
Diceritakan pada hari Minggu Tuti
dan Maria pergi ke akuarium di pasar ikan. Di tempat itu mereka bertemu dengan
seorang pemuda yang tinggi badannya dan berkulit bersih, berpakaian putih
berdasi kupu-kupu, dan memakai kopiah beledu hitam. Mereka bertemu ketika
hendak mengambil sepeda dan meninggalkan pasar, pada saat itu pula mereka
berbincang-bincang dan berkenalan. Nama pemuda itu adalah Yusuf, dia adalah
seorang mahasiswa sekolah tinggi kedokteran. Sementara Maria adalah murid H.B.S
Corpentier Alting Stichting dan Tuti adalah seorang guru di sekolah H.I.S
Arjuna di Petojo. Mereka berbincang samapai di depan rumah Tuti dan Maria.
Yusuf adalah putra dari Demang
Munaf di Matapura, Sumatra Selatan. Semenjak pertemuan itu Yusuf selalu
terbayang-bayang kedua gadis yang ia temui di akuarium., terutama Maria. Yusuf
telah jatuh cinta kepada Maria sejak pertama kali bertemu, bahkan dia berharap
untuk bisa bertemu lagi dengannya. Tidak disangka oleh Yusuf, keesokan harinya
dia bertemu lagi di depan hotel Des Indes. Semenjak pertemuan keduanya itu, Yusuf mulai sering menjemput
Maria untuk berangkat sekolah serta dia juga sudah mulai berani berkunjung ke
rumah Maria. Sementara itu Tuti dan ayahnya melihat hubungan kedua remaja itu
tampak bukan lagi hubungan persahabatan biasa.
Tuti sendiri terus disibukan oleh
kegiatan-kegiatan nya dalam kongres Putri Sedar yang diadakan di Jakarta, dia
sempat berpidato yang isinya membicarakan tentang emansipasi wanita. Tuti
dikenal sebagai seorang pendekar yang pandai meimilih kata, dapat membuat
setiap orang yang mendengarnya tertarik dan terhanyut.
Sesudah ujian doctoral pertama dan
kedua berturut-turut selesai, Yusuf pulang ke rumah orang tuanya di Martapura,
Sumatra Selatan. Selama berlibur Yusuf
dan Maria saling mengirim surat, dalam surat tersebut Maria mengatakan kalau
dia dan Tuti telah pindah ke Bandung. Kegiatan surat menyurat tersebut membuat
Yusuf semakin merindukan Maria. Sehingga pada akhirnya Yusuf memutuskan untuk
segera kembali ke Jakarta dan ke Bandung untuk mengunjungi Maria. Kedatangan
Yusuf disambut hangat oleh Maria dan Tuti. Setelah itu Yusuf mengajak Maria
berjalan-jalan ke air terjun Dago, tetapi Tuti tidak dapat meninggalkan
kesibukannya. Di tempat itu Yusuf menyatakan perasaan cintanya kepada Maria.
“Maria, Maria, tahukah engkau saya
cinta kepadamu?”
“Lama benar engkau menyuruh saya
menanti katamu…”
Setelah kejadian itu, kelakuan
Maria berubah. Percakapannya selalu tentang Yusuf saja, ingatannya sering tidak
menentu, dan sering melamun. Sehingga Rukamah sering mengganggunya. Sementara
hari-hari Maria penuh kehangatan bersama Yusuf, Tuti sendiri lebih banya
membaca buku. Sebenarnya pikiran Tuti terganggu oleh keinginannya untuk
merasakan kemesraan cinta. Melihat kemesraan Maria dan Yusuf, Tuti pun ingin
mengalaminya. Tetapi Tuti juga memiliki ke khawatiran terhadap hubungan Maria dan Yusuf. Kemudian Tuti
menasehati Maria agar jangan sampai diperbudak oleh cinta. Nasihat tulus Tuti
justru memicu pertengkaran diantara mereka dan memberikan pukulan keras
terhadap Tuti.
“Engkau rupanya tiada dapat diajak
berbicara lagi,”kata Tuti amarah pula, mendengar jawaban adiknya yang tidak
mengindahkan nasihatnya, “Sejak engkau cinta kepada Yusuf, rupanya otakmu sudah
hilang sama sekali. Engkau tidak dapat menimbang buruk-baiknya lagi. Sudahlah!
Apa gunanya memberi nasihat orang serupa ini?”
“Biarlah saya katamu tidak berotak
lagi. Saya cinta kepadanya, ia cinta kepada saya. Saya percaya kepadanya dan
saya hendak menyerahkan seluruh nasib saya ditangannya, biarlah bagaimana
dibuatnya. Demikian kata hati saya. Saya tidak meminta dan tida perlu
nasihatmu. Cinta engkau barangkali cinta perdagangan, baik dan buruk ditimbang
sampai semiligram, tidak hendak rugi barang sedikit. Patutlah pertunanganmu
dengan Hambali dahulu putus!”
“Tutup mulutmu yang lancing itu,
nanti saya remas.”
Dari kejadian itu, Tuti sama sekali
tidak berbicara dengan Maria, juga dia merasa sendiri dan sepi dalam
kehidupannya.
Ketika Maria mendadak terkena
penyakit malaria dan TBC, Tuti pun kembali memperhatikan Maria, Tuti menjaganya
dengan sabar. Pada saat itu juga adik Supomo datang atas perintah Supomo untuk
meminta jawaban pernyataan cintanya kepada Tuti. Sebenarnya Tuti sudah ingin
memiliki seorang kekasih, tetapi Supomo dipandangnya bukan pria idaman yang
diinginkan Tuti. Maka dengan segera Tuti menulis surat penolakan.
Sementara itu, keadaan Maria
semakin hari makin bertambah parah. Kemudian ayahnya, Tuti, dan Yusuf
memutuskan untuk merawatnya di rumah sakit. Dokter yang merawatnya
menyarankanagar Maria dibawa ke rumah sakit khusus penderita penyakit TBC
wanita di Pacet, Sindanglaya Jawa Barat. Perawatan Maria sudah berjalan sebulan
lebih lamanya. Namun keadaannya tidak juga mengalami perubahan, yang terjadi
adalah kondisi Maria semakin lemah.
Pada suatu kesempatan, Tuti dan
Yusuf berlibur di rumah Ratna dan Saleh di Sindanglaya, disitulah Tuti mulai
terbuka dalam memandang kehidupan di pedesaan. Kehidupan suami istri yang
melewati hari-harinya dengan bercocok tanam, ternyata juga mampu membimbing masyarakat
sekitarnya menjadi sadar akan pentingnya pendidikan. Keadaan tersebut
benar-benar telah menggugah alam pikiran Tuti. Ia menyadari bahwa kehidupan
mulia, mengabdi kepada masyarakat tidak hanya dapat dilakukan di kota atau
dalam kegiatan-kegiatan organisasi, sebagaimana yang selama ini ia lakukan.
Tetapi juga di desa atau di masyarakat mana pun, pengabdian itu dapat
dilakukan.
Semakin hari hubungan Yusuf dan
tuti semakin akrab, sementara itu kondisi kesehatan Maria justru semakin
mengkhawatirkan. Dokter yang merawatnya pun sudah tidak dapat berbuat lebih
banyak lagi. Pada saat kritis Maria mengatakan sesuatu sebelum ia menginggal.
“Badan saya tidak kuat lagi, entah
apa sebabnya. Tak lama lagi saya hidup di dunia ini. Lain-lain rasanya…
alangkah berbahagia saya rasanya di akhirat nanti, kalau saya tahu, kalau
kakandaku berdua hidup rukun dan berkasih-kasihan seperti kelihatan kepada saya
dalam beberapa hari ini. Inilah permintaan saya yang penghabisan dan saya, saya
tidak rela selama-lamanya kalau kakandaku masing-masing mencari peruntungan
pada orang lain.” Demikianlah pesan terakhir almarhum Maria.
Setelah beberapa lama kemudian,
sesuai dengan pesan terakhir Maria, Yusuf dan Tuti menikah dan bahagia
selama-lamanya.
TAMAT
AMANAT:
Meski kini Emansipasi wanita sudah tidak
asing lagi dan derajat wanita telah terangkat, kaum wanita juga harus
menjalankan tugas alaminya sebagai wanita.
2.
Jangan mudah berputus asa.
3.
Terus berjuang untuk mempertahankan dan menggapai cita-cita.
4.
Manusia boleh berencana tapi tuhanlah yang menentukan atau memutuskan.
SELESAI
Salah asuhan
Penulis: Abdul Muis
Penerbit: Balai Pustaka
Tahun Pertama terbit:
1928
Jumlah Halaman: 273
Novel
ini dianggap sebagai karya monumental terbaik dalam bidang sastra Indonesia yang
memulai babak modern. Dahulu novel Salah Asuhan ini sempat ditolak diterbitkan
oleh Balai Pustaka dan kemudian ditulis kembali dengan menampilkan karakter
Eropa yang baik pada jaman itu. Memang saat itu Balai Pustaka hanya mengijinkan
buku “putih” untuk dicetak. Yakni buku yang tidak ada muatan pemberontakan dan
haruslah memakai bahasa Melayu yang formal. Bagaimana kisah dalam Salah Asuhan
dimulai? Sederhana saja, kisah cinta antara dua anak manusia, Corrie Du Bussee
dengan seorang pemuda Minang bernama Hanafi.
Kisah
cinta mereka penuh intrik pun konflik sebab pada faktanya Corrie adalah bagian
dari keangungan Eropa, meski ibunya seorang pribumi. Dan Hanafi sendiri adalah
pemuda biasa yang berasal dari Solok. Saat itu, tabu untuk menyatukan seorang
Eropa dan Pribumi. Meski Corrie paham ia juga menaruh hati pada sahabatnya,
Hanafi. Namun pertentangan hebat dalam dirinya membuat ia meninggalkan Solok
dan berangkat ke Betawi untuk melanjutkan pendidikannya. Hanafi sangat
terpukul. Ia terluka dan rapuh. Ia mengurung dirinya, tidak berminat lagi pada
aktifitas manusia semacam makan dan minum. Ia berubah menjadi seseorang yang
acuh pada lingkungan, kurus, ceking layaknya seseorang yang diserang penyakit
ganas.
Namun,
ditengah masa “berkabung hati” tersebut, ada Rapiah si gadis Minang dengan budi
pekerti dan tutur kata yang baik. Ia juga perempuan Minang yang saleh dan
menjadi pilihan Ibu Hanafi. Didesak dengan keinginan orang tua, kehampaan hidup
ditinggal oleh Corrie, dan balas budi pada mamak Rapiah, pada akhirnya Hanafi
setuju untuk menikahi Rapiah. Pernikahan tanpa cinta itu sudah serba salah di
permulaannya. Pada cara pernikahan, Hanafi yang memang telah lama memilih hidup
dalam kebudayaan Eropa menolak memakai pakaian adat Minang. Hal tersebut
menjadi permasalahan yang pelik.
Pernikahan
compang itu berlanjut tanpa kebahagian. Hanafi tidak memperlakukan Rapiah
dengan cinta. Meski mereka telah memiliki buah hati bernama Syafi’i, namun
bocah tersebut selalu merasa tak aman dan nyaman saat berada dekat dengan sang
ayah. Hanafi tak hanya berperangai buruk pada Rapiah dan anaknya, tetapi juga
pada sang ibu yang melahirkannya ke dunia ini. Hanafi banyak bergaul dengan
orang Eropa, dan memilih menyembunyikan identitas Rapiah. Ia malu memperisteri
Rapiah. Ia bahkan diibaratkan seorang pembantu jika seorang karib Eropa-nya
datang bertandang ke rumahnya.
Semua
bergulir dan begitu menyiksa bagi semua orang. Sampai pada suatu waktu, Hanafi
mendapatkan musibah yang mengharuskan ia berangkat ke Betawi untuk berobat. Ia
meninggalkan ibu, isteri dan anaknya dengan perasaan bahagia, sebab ia
diam-diam menyongsong Corrie, kekasih hatinya. Singkatnya, mereka akhirnya
bertemu di Betawi. Cinta yang padam kembali hidup dan membara. Bahkan Hanafi
memilih pisah dari Rapiah dengan mengiriminya surat perihal ia dan Corrie. Hal
ini menyentak hati Rapiah dan membuat ia akhirnya perlahan melupakan Hanafi,
sang suami. Lantas bahagiakah Hanafi memperisteri Corrie? Jawabannya tidak.
Pernikahan mereka dihalau berbagai riak. Konflik novel ini dimulai dari sini.
Secara
umum novel Salah Asuhan ini sangat menarik. Jika seseorang mendamba diri
sebagai seorang sastrawan, pastilah tak akan melewatkan novel ini. Meskipun
bahasanya Melayu formal, tetapi alur yang runut serta konflik yang ditulis
dengan rapi membuat ia tetap menarik untuk dibaca. Ada juga pesan moral yang
kiat di dalamnya. Tentang cinta, orang tua dan juga sedikit kebangsaan. Berikut
penggalan dialog Hanafi yang sarat akan makna:
…….Dengarlah! Sepanjang pendapat saya,
cinta itu akan berbukti benar, bila yang menaruhnya tahu menaruh sabar, tahu
menegakkan kepalanya di dalam segala rupa marabahaya serta rintangannya. Cinta
itu tahu memberi korban, jika perlu. Jika orang yang bercinta seketika saja
sudah menundukan kepala atau mencari jalan hendak… lari, setiap bertemu
rintangannya, tidak sucilah cinta itu….. ( hlm.260)
SELESAI
Azab
dan Sengsara
Penulis: Merari Siregar
Penerbit: Balai Pustaka
Tahun Pertama Terbit:
1920
Jumlah Halaman:
Novel
yang satu ini bisa dikategorikan novel klasik terbitan Balai Pustaka. Ia menandai
zaman dimana sastra Indonesia masih didominasi penggunaan bahasa melayu yang
kental. Adapun tema umum novel yang satu ini adalah kehidupan percintaan
seorang gadis yang pernikahannya tidak membawa pada hidup yang bahagia tetapi
justru pada kesengsaraan. Tokoh sentral dalam kisah cinta ini bernama Mariamin
dan Aminu’ddin. Keduanya berkerabat dekat tetapi berbeda nasib. Aminu’ddin
merupakan anak kepala kampong, seorang bangsawan yang kaya raya dan disegani
banyak orang. Sementara itu Mariamin tumbuh di lingkungan keluarga yang miskin.
Sejak kecil keduanya sudah berkenalan dan bermain bersama. Beranjak dewasa,
Aminu’ddin dan Mariamin merasakan getaran cinta yang kuat. Aminu’ddin berjanji
akan menikahi Mariamin. Niatnya ini diutarakan pada ibu dan ayahnya, Baginda
Diatas. Sang ibu setuju sebab ia menganggap Mariamin masih keluarganya dan
dengan menikahkannya dengan Aminu’ddin, ia bisa menolong kemiskinan gadis itu.
Namun, pendapat berbeda datang dari ayah Aminu’ddin yakni Baginda Diatas. Ia
diam-diam tidak menyetujui rencana Aminu’ddin sebab ia beranggapan pernikahan
tersebut tidak pantas dan akan menurunkan derajat bangsawannya.
Untuk
mewujudkan niatnya, akhirnya Aminu’ddin berangkat ke Medan untuk mencari kerja.
Saat di Medan, ia masih rajin berkirim kabar dengan Mariamin. Sampai suatu
waktu, ia akhirnya mengirim berita ke kampung bahwa ia sudah siap untuk
berumahtangga dengan wanita pujaannya tersebut. Sayangnya, Baginda Diatas, ayah
Aminu’ddin tidak setuju. Ia menyusun rencana agar isterinya tidak menyetujui
keinginan Aminu’ddin. Caranya, ia membawa isterinya ke dukun sewaan dan
pura-pura meramal jodoh terbaik untuk Aminu’ddin, anaknya. Sang dukun berkata
bahwa jodoh Aminu’ddin bukanlah Mariamin melaikan seorang gadis bangsawan di
desa mereka. Ibu Aminu’ddin pun percaya dan setuju berangkat ke Medan dengan
membawa gadis bangsawan yang hendak dinikahkan dengan Aminu’ddin.
Saat
mereka tiba di Medan, Aminu’ddin kaget sebab keputusan orangtuanya menjodohkan
dengan gadis tersebut memukul jiwanya. Tapi ia tak bisa menolak sebab saat itu
ia terikat adat busaya yang harus selalu patuh pada keputusan orang tua.
Akhirnya Aminu’ddin mengirim surat kepada Mariamin sambil memohon maaf karena
ia terpaksa menikahi gadis lain meskipun tanpa cinta. Mendengar kabar terebut,
Mariamin sangat sedih. Ia bahkan sempat sakit. Setahun berselang, ibu mariamin
akhirnya menerima pinangan seorang laki-laki bernama Kasibun. Ia berharap
pernikahan tersebut akan mengobati luka Mariamin. Akan tetapi apa yang
diniatkan ibu Mariamin tidak terjadi. Pernikahan tersebut malah menambah
penderitaan lain bagi Mariamin. Sebab, ternyata Kasibun memiliki isteri yang
diceraikannya dengan alasan ingin menikahi Mariamin.
Selanjutnya,
Kasibun membawa Mariamin ke Medan. Mereka mengalami hubungan suami siteri yang
compang sebab Mariamin tidak ingin melakukan hubungan intim dengan suaminya.
Alasannya, ternyata Karibun memiliki penyakit kelamin yang bisa menular.
Mendapat penolakan tersebut, Karibun kalap dan sering menyiksa isterinya,
Mariamin. Penderitaannya semakin bertambah sejak Aminu’ddin bertamu ke rumahnya
suatu waktu. Melihat reaksi Mariamin yang tak biasa, Karibun pun membaca
sesuatu yang lain dan kemudian cemburu. Semakin hari ia semakin sering menyiksa
isterinya.
Pada
akhirnya Mariamin tak sanggup lagi dan akhirnya melaporkan suaminya, Karibun,
ke polisi. Akhirnya Karibun ditetapkan bersalah dan diwajibkan membayar denda
serta melepaskan Mariamin tak lagi jadi isterinya. Mariamin akhirnya kembali ke
desanya dan hidup menderita di sana. Ia sakit-sakitan hingga akhirnya meninggal
dunia dalam derita.
Demikian
sinopsis novel Azab dan Sengsara ini. Bahasa yang digunakan masih khas Melayu,
sehingga untuk generasi muda mungkin novel ini sedikit membosankan. Tapi bagi
mereka yang gemar menyimak sejarah sastra, sinopsis novel yang satu ini tentu
menarik disimak. Novel ini kabarnya merupakan novel sastra pertama di Indonesia
terlepas dari tahun berapa Balai Pustaka didirikan.
SELESAI
Sinopsis
Novel Siti Nurbaya
Pengarang : Marah Rusli
Penerbit : Balai Pustaka
Tempat Terbit : Jakarta
Tebal : 271 halaman
Pelaku : Siti Nurbaya, Samsulbahri, Datuk
Maringgih, Baginda Sulaiman, dan Sultan
Mahmud.
Seorang
penghulu di Padang yang bernama Sutan Mahmudsyah dengan isterinya, Siti Mariam
yang berasal dari orang kebanyakan mempunyai seorang anak tunggal laki-laki
yang bernama Syamsul Bahri. Rumah Sutan Mahmudsyah dekat dengan rumah seorang
saudagar bernama Baginda Sulaeman. Baginda Sulaeman yang mempunyai seorang anak
perempuan tunggal bernama Siti Nurbaya. Mereka itu sangat karib sehingga
seperti kakak dengan adik saja.
Pada
suatu hari setelah pulang dari sekolah, Syamsul Bahri mengajak Siti Nurbaya ke
gunung Padang bersama-sama dua orang temannya, yakni Zainularifin, anak seorang
jaksa kepala di Padang yang bernama Zainularifin akan melanjutkan sekolahnya ke
Sekolah Dokter Jawa di Jakarta. Sedang Bahtiar melanjutkan ke Sekolah Opzicther
(KWS) di Jakarta pula. Syamsul Bahri pun akan melanjutkan ke Sekolah Dokter
tersebut. Pada hari yang ditentukan, berangkatlah mereka bertamasya ke Gunung
Padang. Di Gunung Padang itulah Syamsul Bahri menyatakan cintanya kepada Siti
Nurbaya dan mendapat balasan. Sejak itulah mereka itu mengadakan perjanjian
akan sehidup semati.
Pada
suatu hari yang telah ditentukan, berangkatlah Syamsul Bahri melanjutkan
sekolahnya ke Jakarta. Sekolahnya menjadi satu dengan Zainularifin.
Di
Padang ada seorang orang kaya bernama Datuk Maringgih. Ia selalu berbuat
kejahatan secara halus sehingga tidak diketahui orang lain. Kekayaannya itu
didapatnya dengan cara tidak halal. Untuk itu ia mempunyai banyak kaki tangan,
antara lain ialah Pendekar Tiga, Pendekar empat, dan Pendekar Lima.
Melihat
kekayaan Baginda Sulaeman Datuk Maringgih merasa tidak senang, maka semua
kekayaan Baginda Sulaeman diputuskan akan dilenyapkan. Dengan perantara kaki
tangannya itu, dibakarlah tiga buah toko Baginda Sulaeman, perahu-perahunya
yang penuh berisi muatan ditenggelamkannya.
Untuk
memperbaiki perdagangannya itu, Baginda Sulaeman meminjam uang kepada Datuk
Maringgih sebanyak sepuluh ribu rupiah, karena untuk mengembalikan uang
pinjaman itu ia masih mempunyai pengharapan atas hasil kebun kelapanya. Tetapi
alangkah terkejutnya ketika diketahuinya semua pohon kelapanya sudah tidak
berbuah lagi. Kebun kelapanya itu oleh para kaki tangan Datuk Maringgih diberi
obat-obatan, sehingga pohon kelapanya tidak ada yang berbuah sedikitpun.
Disamping itu, karena hasutan kaki tangan Datuk Maringgih semua langganan yang
telah berhutang kepada Baginda Sulaeman mengingkari hutangnya. Dengan demikian,
tiba-tiba Baginda Sulaeman menjadi orang yang sangat melarat, sehingga ia tidak
dapat membayar hutangnya yang sepuluh ribu rupiah itu. Barang-barangnya masih
ada hanya kira-kira seharga tujuh ribu rupiah.Karena Baginda Sulaeman tak dapat
membayar utangnya, maka Datuk Maringgih bermaksud hendak menyita barang-barang
milik Baginda Sulaeman, kecuali jika Siti Nurbaya diserahkan kepadanya sebagai
istrinya. Mula-mula Siti Nurbaya tidak sudi tetapi ketika melihat ayahnya
digiring hendak dimasukkan penjara, maka secara terpaksalah ia mau menjadi
istri Datuk Maringgih walaupun sebenarnya hatinya sangat benci padanya.
Selanjutnya kejadian yang menimpa diri ayah dan dirinya sendiri itu segera
diberitahukan oleh Siti Nurbaya kepada Syamsul Bahri di Jakarta.
Setelah
setahun di Jakarta, menjelang bulan puasa, pulanglah Syamsul Bahri ke Padang.
Setelah menjumpai orang tuanya semuanya sehat walafiat, pergilah ia ke rumah
Baginda Sulaeman, setelah ia mendengar dari Ibunya bahwa Baginda Sulaeman
sakit. Sesampainya ke tempat yang dituju, dijumpainya Baginda Sulaeman sedang
terbaring karena sakit. Tak lama setelah kedatangan Syamsul Bahri itu,
datanglah Siti Nurbaya karena ayahnya mengharapkan kedatangan. Maka berjumpalah
Syamsul Bahri dengan Siti Nurbaya. Beberapa hari kemudian, bertemu pula Syamsul
Bahri dengan Siti Nurbaya, pertemuan itu terjadi pada malam hari. Kedua asyik
masyuk itu tidak mengetahui bahwa gerak-gerik mereka itu sedang diikuti oleh
Datuk Maringgih beserta kaki tangannya. Karena tak tahan mereka itu menahan
rindunya maka merekapun berciuman. Pada waktu itulah Datuk Maringgih
mendapatkan mereka dan terjadilah percekcokan, karena mendengar kata-kata yang
pedas dari Syamsul Bahri, maka Datuk Maringgih memukulkan tongkatnya
sekeras-kerasnya kepada Syamsul Bahri. Tetapi karena Syamsul Bahri
menghindarkan dirinya diambil menyeret Siti Nurbaya, maka pukulan datuk
Maringgih tidak mengenai sasarannya. Akibatnya tersungkurlah Datuk Maringgih.
Dengan segera Syamsul Bahri menendangnya, dan karena kesakitan, berteriaklah
Datuk Maringgih minta tolong. Mendengar teriakan Datuk Maringgih itulah maka
pada saat itu juga keluarlah Pendekar Lima dari persembunyiannya dengan
bersenjatakan sebilah keris.
Melihat
Pendekar Lima membawa keris itu, berteriaklah Siti Nurbaya sehingga teriakannya
itu terdengar oleh para tetangga dan Baginda Sulaeman yang sedang sakit itu,
karena disangkanya Siti Nurbaya mendapat kecelakaan maka bangkitlah Baginda
Sulaeman dan segera ke tempat anaknya itu. Tetapi karena kurang hati-hati,
terperosoklah ia jatuh, sehingga seketika itu juga Baginda Sulaeman meninggal.
Ia dikebumikan di Gunung Padang.
Pada
waktu Pendekar Lima hendak menikam Syamsul Bahri, menghindarlah Syamsul Bahri
ke samping. Dan pada saat itu juga ia berhasil menyepak tangan Pendekar Lima,
sehingga keris yang ada di tangannya terlepas. Sementara itu datanglah para
tetangga yang mendengar teriakan Siti Nurbaya tadi. Melihat mereka datang,
larilah Pendekar Lima menyelinap ke tempat yang gelap.
Di
para tetangga yang datang itu, kelihatan pula Sutan Mahmud Syah yang hendak
menyelesaikan peristiwa itu. Setelah ia mendengar penjelasan Datuk Maringgih
tentang soal anaknya itu, maka Syamsul Bahri oleh Sutan Mahmud Syah tanpa
dipikirkan masak-masak lebih dulu lagi. Pada malam hari itu juga secara
diam-diam pergilah Syamsul Bahri ke Teluk Bayur untuk naik kapal pergi ke
Jakarta. Pada pagi harinya ributlah Siti Mariam mencari anaknya. Setelah gagal
mencarinya di sana-sini, maka dengan sedihnya, pergilah Siti Maryam ke rumah
saudaranya di Padangpanjang. Di sana karena rasa kepedihannya itu, ia menjadi
sakit-sakit saja.
Sejak
kematian ayahnya, Siti Nurbaya menujukan kekerasan hatinya kepada Datuk
Maringgih. Ia berani mengusir Datuk Maringgih dan tak mau mengakui suaminya
lagi. Dengan rasa geram hati dan dendam pulanglah Datuk Maringgih ke rumahnya.
Ia berusaha hendak membunuh Siti Nurbaya.
Setelah
peristiwa pertengkaran dengan Datuk Maringgih itu Siti Nurbaya tinggal di rumah
saudara sepupunya yang bernama Alimah. Di rumah itulah Siti Nurbaya mendapat
petunjuk-petunjuk dan nasihat, antara lain ialah untuk menjaga keselamatan atas
dirinya, Siti Nurbaya dinasihati oleh Alimah agar pergi saja ke Jakarta,
berkumpul dengan Syamsul Bahri. Penunjuk dan nasihat Alimah sepenuhnya diterima
oleh Siti Nurbaya dan diputuskannya, akan pergi ke Jakarta bersama Pak Ali yang
telah berhenti ikut Sultan Mahmud Syah sejak pengusiaran diri atas Syamsul
Bahri tersebut. Kepada Syamsul Bahri pun ia memberitahukan kedatangannya itu.
Tetapi malang bagi Siti Nurbaya, karena percakapannya dengan Alimah tersebut
dapat didengar oleh kaki tangan Datuk Maringgih yang memang sengaja
memata-matainya.
Pada
hari yang telah ditetapkan, berangkatlah Siti Nurbaya dengan Pak Ali ke Teluk
Bayur untuk segera naik kapal menuju Jakarta. Mereka mengetahui bahwa
perjalanan mereka diikuti oleh Pendekar Tiga dan Pendekar Lima. Setelah Siti
Nurbaya dan Pak Ali naik ke kapal dan mencari tempat yang tersembunyi sekat
Kapten kapal maka berkatalah Pendekar Lima kepada Pendekar Tiga, bahwa ia akan
mengikuti perjalanan Siti Nurbaya ke Jakarta, sedang Pendekar Tiga disuruhnya
pulang untuk memberitahukan peristiwa itu kepada Datuk Maringgih. Setelah itu Pendekar
Lima pun naik ke kapal dan mencari tempat yang tersembunyi pula.
Pada
suatu saat tatkala orang menjadi ribut akibat ombak yang sangat besar, pergilah
Pendekar Lima mencari tempat Siti Nurbaya. Setelah ia mendapati Siti Nurbaya,
iapun segera menyeret Siti Nurbaya hendak membuangnya ke laut. Melihat kejadian
itu Pak Ali membelanya, tetapi iapun mendapat pukulan Pendekar Lima dan tak
mampu melawannya karena Pendekar Lima jauh lebih kuat daripadanya. Siti Nurbaya
pun berteriak sekuat-kuatnya sampai ia jatuh pingsan. Teriaknya itu terdengar
oleh orang-orang yang ada dalam kapal, lebih-lebih Kapten kapal itu. Karena
takut ketehuan akan perbuatannya itu, Pendekar Lima lari menyembunyikan
dirinya. Siti Nurbaya akhirnya diangkut orang ke suatu kamar untuk dirawatnya.
Akhirnya
kapal pun tiba di Jakarta. Di pelabuhan Tanjung Priok, Syamsul Bahri sudah
gelisah menantikan kedatangan kapal yang ditumpangi oleh kekasihnya itu.
Setelah kapal itu merapat ke darat, maka naiklah Syamsul Bahri ke kapal dan
mencari Siti Nurbaya. Alangkah terkejutnya tatkala ia mendengar dari Kapten
kapal dan Pak Ali tentang peristiwa yang terjadi atas diri Siti Nurbaya itu.
Dengan diantar Kapten kapal dan Pak Ali, pergilah Syamsul Bahri ke kamar Siti
Nurbaya dirawat. Disitu dijumpainya Siti Nurbaya yang masih dalam keadaan
payah.
Pada
saat itu tiba-tiba datanglah polisi mencari Siti Nurbaya. Setelah berjumpa
dengan Kapten kapal dan Syamsul Bahri, diberitahukan kepada mereka itu bahwa
kedatangannya mencari Siti Nurbaya itu ialah atas perintah atasannya yang telah
mendapat telegram dari Padang, bahwa ada seorang wanita bernama Siti Nurbaya
telah melarikan diri dengan membawa barang-barang berharga milik suaminya dan
diharapkan agar orang itu di tahan dan dikirim kembali ke Padang. Mendengar itu
mengertilah Syamsul Bahri bahwa hal itu tidak lain akal busuk Datuk Maringgih
belaka. Ia pun minta kepada Polisi itu agar hal tersebut jangan diberitahukan
dahulu kepada Siti Nurbaya, mengingat akan kesehatannya yang menghawatirakan
itu. Ia meminta kepada yang berwajib agar kekasihnya itu dirawat dulu di
Jakarta sampai sembuh sebelun kembali ke Padang. Permintaan Syamsul Bahri itu
dikabulkan setelah Dokter yang memeriksanya menganggap akan perlunya perawatan
atas diri Siti Nurbaya. Setelah Siti Nurbaya sembuh, barulah diberitahukan hal
telegram itu kepada kekasihnya. Kabar itu diterima oleh Siri Nurbayadengan
senang hati. Ia bermaksud kembali ke Padang untuk menyelesaikan masalah yang di
dakwakan atas dirinya. Setelah permintaan Syamsul Bahri kepada yang berwajib
agar perkara kekasihnya itu diperiksa di Jakarta saja tidak dikabulkan, maka
pada hari yang ditentukan, berangkatlah Siti Nurbaya ke Padang dengan diantar
oleh yang berwajib. Dalam pemeriksaan di Padang ternyata bahwa Siti Nurbaya
tidak terbukti melakukan kejahatan seperti yang telah didakwakan atas dirinya
itu. Karena itulah Siti Nurbaya di bebaskan dan disana ia tinggal di rumah
Alimah
Pada suatu hari
walaupun tidak disetujui Alimah, Siti Nurbaya membeli kue yang dijajakan oleh
Pendekar Empat, kaki tangan Datuk Maringgih. Kue yang sengaja disediakan khusus
untuk Siti Nurbaya itu telah diisi racun. Setelah penjaja kue itu pergi, Siti
Nurbaya makan kue yang baru saja dibelinya. Setelah makan kue itu terasa oleh
Siti Nurbaya kepalanya pening. Tak lama kemudian Siti Nurbaya meninggal secara
mendadak itu, terkejutlah ibu Syamsul Bahri, yang pada waktu itu sedang
menderita sakit keras, sehingga menyebabkan kematiannya. Kedua jenajah itu
dikebumikan di Gunung Padang disamping makam Baginda Sulaeman.
Kabar
kematian Siti Mariam dan Siti Nurbaya itu juga dikawatkan kepada Syamsul Bahri
di Jakarta. Membaca telegram yang sangat menyedihkan itu, Syamsul Bahri
memutuskan untuk bunuh diri. Sebelum hal itu dilakukannya ia menulis surat
kepada guru dan kawan-kawannya, demikian pula kepada ayahnya di Padang, untuk
minta dari berpisah untuk selama-lamanya. Kemudian dengan menyaku sebuah
pistol, pergilah ia ke kantor pos bersama Zainularifin untuk memasukan surat.
Kabar yang sangat menyedihkan itu dirahasiakan oleh Syamsul Bahri sehingga
Zainularifin pun tidak mengetehuinya. Sesampainya ke kantor pos Syamsul Bahri
minta berpisah dengan Zainularifin sengan alasan bahwa ia hendak pergi ke rumah
seorang tuan yang telah dijanjikannya. Zainularifin memperkenankannya, tetapi
dengan tak setahu Syamsul Bahri, ia menikuti gerak-gerik sahabatnya itu, karena
mulai curiga akan maksud sahabatnya itu.
Pada
suatu tempat di kegelapan, Syamsul Bahri berhenti dan mengeluarkan pistolnya
dan kemudian menghadapkan ke kepalanya. Melihat itu Zainularifin segera
mengejarnya sambil berteriak. Karena teriakan Zainularifin itu, peluru yang
telah meletus itu tidak mengenai sasarannya. Akhirnya kabar tentang seorang
murid Sekolah Dokter Jawa Di Jakarta yang berasal dari Padang telah bunuh diri
itu tersiar kemana-mana melalui surat kabar. Kabar itu sampai di Padang dan di
dengar oleh Sutan Mahmud dan Datuk Maringgih.
Karena
perawatan yang baik, sembuhlah Syamsul Bahri, ia minta kepada yang berwajib
agar berita mengenai dirinya yang masih hidup itu dirahasiakan setelah itu
Syamsul Bahri berhenti sekolah. Karena ia menginginkan mati, ia pun menjadi
serdadu (tentara). Ia dikirim kemana-mana antara lain ke Aceh untuk memadamkan
kerusakan-kerusakan yang terjadi di sana. Karena keberaniannya, makan dalam
waktu sepuluh tahun saja pangkat Syamsul Bahri dinaikan menjadi Letnan dengan
nama Letnan Mas.
Pada
suatu hari Letnan Mas bersama kawannya bernama Letnan Van Sta ditugasi memimpin
anak buahnya memadamkan pemberontakkan mengenai masalah balasting (pajak). Sesampainya
di Padang dan sebelum terjadi pertempuran, pergilah Letnan Mas ke makam ibu dan
kekasihnya di Gunung Padang.
Dalam
pertempuran dengan pemberontak itu, bertemulah Letnan Mas dengan Datuk
Maringgih yang termasuk sebagai salah satu pemimpin pemberontak itu. Setelah
bercekcok sebentar, maka ditembaklah Datuk Maringgih oleh Letnan Mas, sehingga
menemui ajalnya. Tetapi sebelum meninggal Datuk Maringgih masih sempat
membalasnya. Dengan ayunan pedangnya, kenalah kepala Letnan Mas yang
menyebabkan ia rebah. Ia rebah di atas timbunan mayat, dan yang antara lain
terdapat mayat Pendekar Empat dan Pendekar Lima. Kemudian Letnan Mas pun
diangkut ke rumah sakit. Karena dirasakannya bahwa ia tak lama lagi hidup di
dunia ini, maka Letnan Mas minta tolong kepada dokter yang merawatnya agar
dipanggilkan penghulu di Padang yang bernama Sutan Mahmud Syah, karena
dikatakannya ada masalah yang sangat penting. Setelah Sutan Mahmud Syah datang,
maka Letnan Mas pun berkata kepadanya bahwa Syamsul Bahri masih hidup dan sekarang
berada di Padang untuk memadamkan pemberontakan, tetapi kini ia sedang dirawat
di rumah sakit karena luka-luka yang dideritanya. Dikatakannya pula kepadanya,
bahwa Syamsul Bahri sekarang bernama Mas, yakni kebalikan dari kata Sam, dan
berpangkat Letnan. Akhirnya disampaikan pula kepada Sutan Mahmud Syah, bahwa
pesan anaknya kalau ia meninggal, ia minta di kebumikan di gunung Padang
diantara makam Siti Nurbaya dan Siti Maryam. Setelah berkata itu, maka Letnan
Mas meninggal.
Setelah
hal itu ditanyakan oleh Sutan Mahmud Syah kepada dokter yang merawatnya,
barulah Sutan Mahmud Syah mengetahui bahwa yang baru saja meninggal itu adalah
anaknya sendiri, yakni Letnan Mas alias Syamsul Bahri. Kemudian dengan upacara
kebesaran, baik pihak pemerintah maupun dari penduduk Padang, dinamakanlah
jenazah Letnan Mas atau Syamsul Bahri itu diantara makam Siti Maryam dan Siti
Nurbaya seperti yang dimintanya.
Sepeninggal
Syamsul Bahri, karena sesal dan sedihnya maka meninggal pula Sutan Mahmud Syah
beberapa hari kemudian. Jenazahnya dikebumikan didekat makam isterinya, yakni
Siti Maryam. Dengan demikian di kuburan gunung Padang terdapat lima makam yang
berjajar dan berderet, yakni makam Baginda Sulaeman, Siti Nurbaya, Syamsul
Bahri, Siti Maryam dan Sutan Mahmud Syah.
Beberapa
bulan kemudian berziarahlah Zainularifin dan Baktiar telah lulus dalam ujiannya
sehingga masing-masing telah menjadi dokter san opzichter.
Kutipan
“Arifin, aku belum
menceritakan penglihatanku tadi malam, kepadamu, bukan?” kata Syamsul Bahri
kepada sahabatnya, pada keesokan harinya daripada malam Nurbaya kena racun,
kira-kira pukul dua siang, tatkala mereka itu pulang dari rumah tempatnya
membayar makan.
“Penglihatan apa, Sam?”
tanya Arifin.
“Ajaib benar! Sampai
kepada waktu ini belum habis kupikirkan, karena belum juga kuketahui, apa itu
dan apa maksudnya?”
“Cobalah ceritakan,”
kata Arifin pula.
“Sebagai biasa,” kata
Samsu,” pukul sepuluh malam, pergilah aku tidur. Kira-kira pukul dua belas,
dengan tiada kuketahui apa sebabnya, tiba-tiba terbangunlah aku dengan
terperanjat, seperti apa yang membangunkan. Tatkala kubuka mataku, kelihatan
olehku dekat meja tulisku, sesuatu bayang-bayang putih, berdiri di belakang
kursiku. Sangatlah terperanjat aku, ketika melihat bayang-bayang itu, sebab
pada sangkaku, ia pencuri atau penjahat yang telah masuk ke dalam bilikku,”
“Tetapi kalau pencuri
atau penjahat, mengapakah berpakaian putih?” kata Arifin.
“Itulah sebabnya maka
terpikir pula olehku, barangkali aku bermimpi; lalu kupijitlah pahaku, beberapa
kali. Akan tetapi, tatkala telah nyata benar kepadaku, bahwa aku tiada tidur
lagi, barang yang putih itu masih kelihatan juga.”
“Barangkali pemandangan
tiada benar,” kata Arifin, yang belum hendak percaya hendak hilang.”
“Oleh sebab itu,
kugosoklah mataku beberapa lamanya; tetapi yang putih itu tek hendak hilang.”
“Barangkali engkau
takut atau tatkala hendak tidur, banyak mengingat perkara setan dan hantu; jadi
segala yang kau lihat, rupanya sebagai setan,” sehut Arifin pula.
“Engkau tahu sendiri,
Arifin, aku tiada penakut kepada segala yang demikian. Lagipula, tatkala baru
saja kubuka mataku, telah kelihatan bayang-bayang yang putih itu olehku. Betapa
orang yang baru bangun tidur akan takut, jika tiada bermimpi yang dahsyat!”
“Bagaimana bentuknya?”
tanya Arifin, yang rupanya mulai percaya akan cerita Samsu ini.
“Sebagai manusia,
berkepala, berbadan, bertangan, dan berkaki,” sahut Samsu,” serta memakai
pakaian sutra putih yang jarang.”
“Sebagai manusia?”
tanya Arifin yang mulai merasa takut, walaupun hari pada waktu itu pukul dua
siang dan orang penuh di jalan besar, “Hih! Seram buluku mendengar ceritamu.”
“Sesungguhnya,” jawab
Samsu. “Melihat hal yang ajaib ini, meskipun berapa beraniku, berdebar juga
hatiku dan sejurus lamanya, tidaklah tahu aku, apa yang hendak kuperbuat. Hendak
berteriak, malu rasanya. Lagipula suaraku tak hendak keluar, sebagai dicekik
orang. Hendak berdiri, badan dan kaki berat rasanya. Dibiarkan saja, takut
kalau-kalau dianiaya aku. Walaupun kuberanikan hatiku, badanku serasa kembang
dan punggungku sebagai terkena air dingin.”
“Sudah itu?” tanya
Arifin, yang makin bertambah-tambah takut.
“Tatkala kuamat-amati
benar bayang-bayang yang putih itu, kelihatanlah mukanya seperti muka Nurbaya.”
“Nurbaya?” tanya Arifin
dengan heran.
“Ya, tak ada ubahnya;
hanya wajah mukanya pucat sedikit. Sebab itu meskipun hatiku masih khawatir,
dapatkah juga kuberanikan diriku, akan mengeluarkan perkataanku, lalu
bertanya,” Siapa ini?”
“Dan apa jawabnya?”
tanya Arifin dengan lekas.
“Tak apa-apa. Ia diam
saja dan tidak pula bergerak-bergerak dari tempatnya.”
“Kemudian?” tanya
Arifin pula.
“Kemudian melompatlah
aku, hendak mengambil pistolku dari dalam lemari dan sudah itu, hendak kudekati
dia. Tetapi tatkala itu juga hilanglah bayang-bayang itu; entah kemana perginya
tiada kuketahui.”
“Betul berani engkau,”
kata Arifin.
“Tatkala itu datanglah
takutku dan menolehlah aku ke segenap tempat kalau-kalau dicekiknya aku dari
belakang. Tatapi tak kelihatan suatu apa lagi. Lalu kupasanglah lampu dan
kuambil pistolku dari dalam lemari. Ketika itu barulah berani aku memaksa aku
kesana kemari, ke bawah tempat tidur, ke bawah mwja dan ke belakang lemari,
tetapi suatu pun tiada kelihatan, sedang jendela dan pintu pun masih terkunci.”
“Jika aku bertemu yang
denikian, tentulah aku menjerit minta tolong, kalau masih dapat, berteriak.
Kalau tidak tentulah aku akan kaku di sana juga, karena ketakutan.”
“Setelah kututup lampu
itu dengan keras, supaia terangnya jangan kelihatan dari luar dan kutaruh
pistolku dibawah bantalku, berbaringlah aku. Tetapi sesudah itu tiadalah aku
dapat tidur lagi; pertama karena takut akan didatanginya kembali dalam tidurku,
kedua memikirkan penglihatan yang ajaib itu. Apakah itu adalah takdir! Itulah
setan atau hantu!”
“Tetapi kalau hantu,
mengapakah rupanya serupa dengan Nurbaya? Yang menjadi hantu itu, bukankah kata
orang yang sudah mati, kata orang?” jawab Arifin.
“Sesungguhnya, seumur
hidupku, baru kali itu aku melihat bayang-bayang yang demikian,” jawab Samsu,
yang sekali-kali tiada mengira, bahwa Nurbaya talah mati.”Bukan mimpi tetapi
sebenar-benarnya penglihatan itu.”
“Sungguh ajaib
penglihatanmu itu. Tetapi kuharap janganlah aku sampai bertemu dengan
penglihatan yang serupa itu; takut dapat celaka.”
“Karena tak dapat tidur
lagi, terkenanglah aku akan Nurbaya dan Ibuku. Negri dan kampung halamanku
kita, serta timbulah hasrat yang amat dalam hatiku, hendak pulang meneui mereka
sekalian dan menyesallah aku, tiada dapat pergi mengantarkan Nurbaya pulang ke
Padang, baru-baru ini. Belun pernah keinginan hatiku hendak pulang sekeras tadi
malam. Dimukaku terbayang pula segala kesukaan dan kesusahan, yang telah
kurasai, sejak kita berjalan-jalan ke Gunung Padang. Nakin ku ingat nurbaya,
maki kuatir hatiku dan makin terasa pula olehku alpa dan lengahku, melepaskan
dia seorang diri, kembali kedalam mulut harimau itu. Terkadang-kadang khawatir
hatiku itu menimbulkan perasaan, sebagai benar Nurbaya mendapat celaka.”
“Ah, masakan begitu!
Tak berapa lama lagi, tentulah ia di sini. Jika tada, baik kau jemput saja;
perkaranya tentulah selesai,” jawab Arifin.
“Maksudku demikian
juga. Kalau hari Sabtu yang akan datang ini belum juga sampai kemari, tentulah
akan kujemput sendiri ke Padang.”
Dengan bercakap-cakap
demikian, tibalah kedua mereka di rumah Sekolah Dokter Jawa, lalu terus menuju
bilik masing-masing. Sejurus kemudian daripada itu, datanglahseorang opas pos
membawa dua helai surat kawat, untuk Syamsul Bahri. Ditanyakannya kepada
Arifin, di mana Syamsul Bahri, lalu ditunjukan oleh Arifin bilik sahabatnya
ini.
“Tatkala Arifin, setengah
jam setelah itu, pergi ke bilik Samsu, hendak menanyakan surat kawat apakah
yang ditarimanya tadi sua dekali, kelihatan olehnya pintu dan jendela bilik itu
telah tertutup. Pada sangkanya, Samsu tentulah telah tidur, untuk melepaskan
kantuknya, karena kurang tidur semalam. Oleh sebab ia tiada hendak mengganggu
sahabatnya itu, ditunggunyalah sampai Samsu bangun kembali.
“Maksud Samsu sebelum
menerima kedua surat kawat tadi, sesungguhnya hendak pergi tidur; jendelanya
pun telah ditutupnya. Setelah diterimanya surat itu, ditutupnyalah pula
pintunya, karena hendak membaca kabar itu seorang diri; lebih-lebih, karena
kedua surat kawat itu sangat memberi khawatir hatinya.
“Dari siapakah kabar
kawat ini, dan bagaimanakah bunyinya?” katanya dalam hati.” O, barangkali dari
Nurbaya, memberitahu ia akan datang kemari.
“Tetapi yang sebuah
lagi, dari siapa pula?” Demikianlah pertanyaan yang timbul dalam hatinya.
Sambil berpikir-pikir
demikian, dibukanyalah kedua surat kawat itu dengan tangan yang gemetar.
Setelah dibacanya kedua surat itu, jatuhlah ia pingsan, tiada kabar darinya,
sebab kedua surat itulah yang membawa kabar kematian Nurbaya dan ibunya.
Berapa lamanya ia
terbaring pingsan itu, tiadalah diketahuinya. Ketika ia sadarkan dirinya pula,
adalah halnya seperti seorang yang gila, tak dapat berpikir dan berkata-kata.
Menangis pun tiada kuasa, sebagai tak berair lagi matanya. Sesudah termenung
sejurus lamanya, diambilnya kertas, dan kalam, lalu ditulisnya sepucuk surat
kepada ayahnya.
Dikutip dari Novel Siti
Nurbaya hal 215 – 217,
Analisis Unsur
Intrinsik Novel Siti Nurbaya
1. Tokoh dan Penokohan
Samsul Bahri sebagai pelaku utama (Tokoh
Protagonis): anak Sultan Mahmud Syah (penghulu di Padang), wataknya: Orangnya
pandai, tingkah lakuya sopan dan santun, halus budibahasanya, dapat dipercaya,
gigih, penyayang, dan setiakawan.
Siti Nurbaya sebagai pelaku utama (Tokoh
Protagonis): anak Bginda Sulaeman (saudagar kaya di Padang), wataknya: Lemah
lembut, penyayang, tutur bahasanya halus, sopan dan santun, baik hati, setia
kawan, patuh terhadap orang tua.
Datuk Maringgih sebagai pelaku utama (Tokoh
Antagonis), laki-laki yang berwatak kikir, picik, penghasud, kejam, sombong,
bengis, mata keranjang, penipu, dan selalu memaksakan kehendaknya sendiri.
Sultan Mahmud Syah sebagai pelaku tambahan
(Toloh Protagonis), Ayahnya Samsul Bahri yang berwatak: Bijaksana, sopan,
ramah, adil, penyayang.
Siti Maryam sebagai pelaku tambahan (Tokoh
Protagonis), berwatak: Bijaksana, sopan, ramah, adil, penyayang.
Baiginda Sulaeman sebagai pelaku tambahan
(Tokoh Protagonis), berwatak: Bijaksana,sopan, ramah, adil, penyayang.
Zainularifin sebagai pelaku tambahan (Tokoh
Protagonis), temannya Samsul Bahri yang berwatak: Tingkah lakunya sopan dan
santun, halus budi bahasanya, dapat dipercaya, gigih, penyayang, dan
setiakawan.
Bakhtiar sebagai pelaku tambahan (Tokoh
Protagonis), temannya Samsul Bahri yang berwatak: Tingkahlakunya sopan dan
santun, halus budibahasanya, dapat dipercaya, gigih, penyayang, dan setiakawan.
Alimah sebagai pelaku tambahan (Tokoh
Protagonis), saudaranya Siti Nurbaya, yang bewatak lemah lembut, santun
setiakawan, bijaksana.
Pak Ali sebagai pelaku tambahan (Tokoh
Protagonis).
Pendekar Tiga sebagai pelaku tambahan (Tokoh
Antagonis)
Pendekar Empat sebagai pelaku tambahan
(Tokoh Antagonis)
Penekar Lima sebagai pelaku tambahan (Tokoh
Antagonis)
Dokter sebagai pelaku tambahan (Tokoh
Protagonis)
2. Tema
Novel “ Siti Nurbaya”
ini bertemakan sosial, moral, dan egois. Tema yang terkandung dalam novel ini
yaitu; “Satu percintaan antara dua remaja yang tidak dapat berakhir dengan
pernikahan karena penghianatan seseorang yang hanya mementingkan kekayaan dunia
dan hawa nafsu.
3. Amanat
Amanat yang terkandung
dalan novel “Siti Nurbaya” yaitu diantaranya adalah sebagai berikut :
Kita hendaknya jangan terlalu di kuasai
oleh perasan dengan tidak mempergunakan pikiran yang sehat karena akan
berakibat hilangnya keperibadian yang ada pada diri kita.
Jika hendak memutuskan sesuatu hendaklah
pikirkan masak-masak lebih dulu agar kelak tidak menyesal.
Siapa yang berbuat jahat tentu akan
mendapat balasan kelak sebagai akibat dari perbuatan itu.
4. Latar atau Seting
Latar atau Seting ini
terdiri atas dua bagian yaitu : latar waktu dan latar tempat. Latar tempat
dalam novel “Siti Nirbaya” diantaranya: di sekolah, di kota Padang,di kota
Jakarta, di Kebun Kelapa, di rumah, di halaman rumah, di kantor pos. Latar
waktu: sekitar tahun 1920-an.
5. Plot/Alur
Dari segi penysunan
peristiwa atau bagian-bagian yang membentuk, cerita dari novel “Siti Nurbaya”
menggunakan plot kronologis atau progresif, yang lebih dikenal dengan Alur
Maju. Jadi cerita novel “Siti Nurbaya” ini ceritanya benar-benar dimulai dari
eksposisi, komplikasi, klimaks, dan berakhir dengan pemecahan masalah.
Pengarang menyajikan ceritanya secara terurut atau secara alamiah. Artinya
urutan waktu yang urut dari peristiwa A,B,C,D dan seterusnya.
6. Sudut Pandang
Sudut pandang yag
digunakan oleh pengarang movel “Siti Nurbaya” ini yaitu sudut pandang
diaan-mahatahu. Pengarang berada di luar cerita hanya menjadi seorang pengamat
yang maha tahu dan bahkan mampu berdialog langsung dengan pembaca.
7. Gaya Penulisan
Gaya penulisan yang di
gunakan masih menggunakan gaya bahasa dan sastra lama yang menggunakan ejaan
tempo dulu, sehingga mengharuskan adanya pemahaman yang lebih dalam agar makna
dalam novel tersebut dapat dipahami.
SELESAI
Tenggelamnya
kapal van der wijck
Di
wilayah Mengkasar, di tepi pantai, di antara Kampung Baru dan Kampung Mariso
berdiri sebuah rumah bentuk Mengkasar. Di sanalah hidup seorang pemuda berumur
19 tahun. Pemuda itu bernama Zainuddin. Saat ia termenung, ia teringat pesan
ayahnya ketika akan meninggal. Ayahnya mengatakan bahwa negeri aslinya bukanlah
Mengkasar.
Di
Negeri Batipuh Sapuluh Koto (Padang panjang) 30 tahun lampau, seorang pemuda
bergelar Pendekar Sutan, kemenakan Datuk Mantari Labih, yang merupakan pewaris
tunggal harta peninggalan ibunya. Karena tak bersaudara perempuan, maka harta
bendanya diurus oleh mamaknya. Datuk
Mantari labih hanya bisa menghabiskan harta tersebut, sedangkan untuk
kemenakannya tak boleh menggunakannya. Hingga suatu hari, ketika Pendekar Sutan
ingin menikah namun tak diizinkan menggunakan hartany atersebut, terjadilah
pertengkaran yang membuat Datuk Mantari labih menemui ajalnya. Pendekar Sutan
ditangkap, saat itu ia baru berusia 15 tahun. Ia dibuang ke Cilacap, kemudian
dibawa ke Tanah Bugis. Karena Perang Bone, akhirnya ia sampai di Tanah
Mengkasar. Beberapa tahun berjalan, Pendekar Sutan bebas dan menikah dengan
Daeng Habibah, putri seorang penyebar agama islam keturunan Melayu. Empat tahun
kemudian, lahirlah Zainuddin.
Saat
Zainuddin masih kecil, ibunya meninggal. Beberapa bulan kemudian ayahnya
menyusul ibunya. Ia diasuh Mak Base. Pada suatu hari, Zainuddin meminta izin
Mak Base untuk pergi ke Padang Panjang, negeri asli ayahnya. Dengan berat hati,
Mak Base melepas Zainuddin pergi.
Sampai
di Padang Panjang, Zainuddin langsung menuju Negeri Batipuh. Sesampai di sanan,
ia begitu gembira, namun lama-lama kabahagiaannya itu hilang karena semuanya
ternyata tak seperti yang ia harpakan. Ia masih dianggap orang asing, dianggap
orang Bugis, orang Mengkasar. Betapa malang dirinya, karena di negeri ibunya ia
juga dianggap orang asing, orang Padang. Ia pun jenuh hidup di padang, dan saat
itulah ia bertemu Hayati, seorang gadis Minang yang membuat hatinya gelisah,
menjadikannya alasan untuk tetap hidup di sana. Berawal dari surat-menyurat,
mereka pun menjadi semakin dekat dan kahirnya saling cinta.
Kabar
kedekatan mereka tersiar luas dan menjadi bahan gunjingan semua orang Minang.
Karena keluarga Hayati merupakan keturunan terpandang, maka hal itu menjadi aib
bagi keluarganya. Zainuddin dipanggil oleh mamak Hayati, dengan alasan demi
kemaslahatan Hayati, mamak Hayati menyuruh Zainuddin pergi meninggalkan
Batipuh.
Zainuddin
pindah ke Padang Panjang dengan berat hati. Hayati dan Zainuddin berjanji untuk
saling setia dan terus berkiriman surat. Suatu hari, Hayati datang ke Padang
Panjang. Ia menginap di rumah temannya bernama Khadijah. Satu peluang untuk
melepas rasa rindu pun terbayang di benak Hayati dan Zainuddin. Namun hal itu
terhalang oleh adanya pihak ketiga, yaitu Aziz, kakak Khadijah yang juga
tertarik oleh kecantikan Hayati.
Mak
Base meninggal, dan mewariskan banyak harta kepada Zainuddin. Karena itu ia
akhirnya mengirim surat lamaran kepada Hayati di Batipuh. Hal itu bersamaan
pula dengan datangnyarombongan dari pihak Aziz yang juga hendak melamar Hayati.
Zainuddin tanpa menyebutkan harta kekayaan yang dimilikinya, akhirnya ditolak
oleh ninik mamak Hayati dan menerima pinangan Aziz yang di mata mereka lebih
beradab.
Zainuddin
tak kuasa menerima penolakan tersebut. Apalagi kata sahabatnya, Muluk, Aziz
adalah seorang yang bejat moralnya. Hayati juga merasakan kegetiran. Namun
apalah dayanya di hadapan ninik mamaknya. Setelah pernikahan Hayati, Zainuddin
jatuh sakit.
Untuk
melupakan masa lalunya, Zainuddin dan Muluk pindah ke Jakarta. Di sana
Zainuddin mulai menunjukkan kepandaiannya menulis. Karyanya dikenal masyarakat
dengan nama letter “Z”. Zainuddin dan Muluk pindah ke Surabaya, dan ia pun
akhirnya menjadi pengarang terkenal yang dikenal sebagai hartawan yang
dermawan.
Hayati
dan Aziz hijrah ke Surabaya. Semakin lama watak asli Aziz semakin terlihat
juga. Ia suka berjudi dan main perempuan. Kehidupan perekonomian mereka makin
memprihatinkan dan terlilit banyak hutang. Mereka diusir dari kontrakan, dan
secara kebetulan mereka bertemu dengan Zainuddin. Mereka singgah di rumah
Zainuddin. Karena tak kuasa menanggung malu atas kebaikan Zainuddin, Aziz
meninggalkan istrinya untuk mencari pekerjaan ke Banyuwangi.
Beberapa
hari kemudian, datang dua surat dari Aziz. Yang pertama berisi surat perceraian
untuk Hayati, yang kedua berisi surat permintaan maaf dan permintaan agar Zainuddin
mau menerima Hayati kembali. Setelah itu datang berita bahwa Aziz ditemukan
bunuh diri di kamarnya. Hayati juga meminta maaf kepada Zainuddin dan rela
mengabdi kepadanya. Namun karena masih merasa sakit hati, Zainuddin menyuruh
Hayat pulang ke kampung halamannya saja. Esok harinya, Hayati pulang dengan
menumpang Kapal Van Der Wijck.
Setelah
Hayati pergi, barulah Zainuddin menyadari bahwa ia tak bisa hidup tanpa Hayati.
Apalagi setelah membaca surat Hayati yang bertulis “aku cinta engkau, dan kalau
kumati, adalah kematianku di dalam mengenang engkau.” Maka segeralah ia hendak
menyusul Hayati ke Jakarta. Saat sedang bersiap-siap, tersiar kabar bahwa kapal
Van Der Wijck tenggelam. Seketika Zainuddin langsung syok, dan langsung pergi
ke Tuban bersama Muluk untuk mencari Hayati.
Di
sebuah rumah sakit di daerah Lamongan, Zainuddin menemukan Hayati yang terbarng
lemah sambil memegangi foto Zainuddin. Dan hari itu adalah pertemuan terakhir
mereka, karena setelah Hayati berpesan kepada Zainuddin, Hayati meninggal dalam
dekapan Zainuddin.
Sejak
saat itu, Zainuddin menjadi pemenung. Dan tanpa disadari siapapun ia meninggal
dunia. Kata Muluk, Zainuddin meninggal karena sakit. Ia dikubur bersebaelahan
dengan pusara Hayati.
SELESAI
LASKAR
PELANGI
Penulis
: Andrea Hirata
Penerbit :
Bentang Pustaka
Tahun Pertama
terbit : 2005
Jumlah Halaman : xxxiv + 529 halaman
Novel
berjudul Laskar Pelangi ini adalah novel pertama dari serangkaian tetralogi
milik Andrea Hirata. Secara garis bersar, novel ini bercerita kehidupan
kanak-kanak beberapa bocah di Belitong. Andrea Hirata memulainya dengan kisah
miris dunia pendidikan di Indonesia dimana sebuah sekolah yang keurangan murid
hendak ditutup. Sekolah tersebut adalah SD Muhammadiyah di Gantung Belitung
Timur. Namun, karena murid yang terdaftar genap 10, sekolah dengan bangunan
seadanyatersebut tetap diijinkan beraktifitas seperti biasanya. Ke-sepuluh
murid tersebut adalah para laskar pelangi. Nama yang diberikan guru mereka
bernama Bu Mus, oleh karena kegemaran mereka terhadap pelangi.
Tokoh
dalam novel ini adalah Ikal, Lintang (Lintang Samudra Basara bin Syahbani
Maulana Basara), Sahara (N.A. Sahara Aulia Fadillah binti K.A. Muslim Ramdhani
Fadillah), Mahar (Mahar Ahlan bin Jumadi Ahlan bin Zubair bin Awam), A Kiong
(Muhammad Jundullah Gufron Nur Zaman), Syahdan (Syahdan Noor Aziz bin Syahari
Noor Aziz), Kucai (Mukharam Kucai Khairani), Borek (alias samson), Trapani
(Trapani Ihsan Jamari bin Zainuddin Ilham Jamari), dan Harun (Harun Ardhli
Ramadhan bin Syamsul Hazana Ramadhan).
Mereka
adalah sahabat yang kisahnya memesona dunia lewat tangan dingin sang penulis.
Buku laskar pelangi bercerita keseharian mereka di sekolah dan di lingkungan
sosial. Mereka adalah anak-anak desa dengan tekad luar biasa. Perjalanan mereka
dipenuhi kejadian yang tak terduga. Secara perlahan mereka menemukan keunggulan
ddalam diri dan persahabatan. Ini mungkin yang menjadi titik fokus Andrea
Hirata. Ia juga piawai menyisip komedi dalam kisah ini.
Sudut
pandang bercerita dalam novel ini menggunakan orang pertama yakni “aku”. Aku
sendiri adalah si Ikal. Ia anak yang pandai meski berada di urutan kedua
setelah Lintang, bocah terpandai di dalam kelas mereka. Si Ikal ini menaruh
minat yang besar pada sastra. Hal ini terlihat dari kegemarannya menulis puisi.
Lain lagi dengan tokoh Lintang. Ia digambarkan sebagai anak yang sangat jenius.
Orangtuanya seorang nelayan, yang miskin dan hanya tidak memiliki perahu.
Mereka memiliki keluarga dalam jumlah yang melimpah, 14 kepala. Lintang sangat
suka matematika. Namun, cita-citanya menjadi seorang ahli matematika harus
terpangkas dengan tuntutan membantu orangtua menafkahi keluarga. Terlebih saat
ayahnya meninggal.
Tokoh
lainnya adalah Sahara. Ia merupakan anak perempuan satu-satunya dalam cerita
ini. Ia berpendirian kuat dan cenderung keras kepala. Sementara itu, Mahar, ia
digambarkan bertubuh ceking dan mencintai seni. Ia suka menyanyi dan gemar pada
okultisme. Tokoh berikutnya adalah A kiong. Dari namanya sangat jelas kalau ia
merupakan keturunan Tionghoa. Ia sangat menyukai Mahar dan mengikutinya
kemanapun. Ia digambarkan tak rupawan tetapi hatinya “tampan”.
Lanjut
ke Syahdan. Perangainya ceria meski ia tak pernah menonjol dalam kelas.
Sementara itu Kucai, adalah tokoh dalam cerita yang didaulat menjadi ketua
kelas. Ia digambarkan menderita penyakit rabun jauh sebab ia kekurangan gizi.
Borek, Trapani dan Harun adalah anggota laskar` pelangi yang terakhir. Borek
digambarkan sebagai anak yang terobsesi dengan otot. Ia ingin menjadi lelaki
yang paling macho. Trapani, ia tampan dan pandai. Ia lengket dengan sang ibu.
Terakhir, Harun. Ia istimewa sebab ia berbeda dengan anak-anak lainnya. Ia
mengalami keterbelakangan mental. Namun menurut beberapa orang, tokoh Harun ini
digambarkan dengan cukup manis sehingga banyak yang jatuh cinta pada sosoknya.
Novel
laskar pelangi berkisah perjuangan hidup kesepuluh anak ini menghidupkan
cita-cita di antara kehidupan mereka yang berat. Ada dinamika di dalamnya.
Manis meski berat. Kisah khas anak-anak yang memandang dunia dengan ambisi yang
sederhana. Andrea Hirata, meski banyak dihujat sebab mengklaim cerita ini
nyata, memang terkesan berlebihan dalam beberapa hal. Namun toh, sebagai novel
pembangun, Laskar Pelangi berhasil merubah secuil dunia pendidikan kita,
merecharge semangat mereka yang lain untuk meraih ilmu. Membaca Laskar Pelangi
memberikan pengalaman sastra yang baik. Bahasanya sederhana sebenarnya namun
dikemas dengan unsur Melayu. Novel ini “berwajah” sastra, bercita rasa
“motivator jiwa” dan dibumbui kisah kanak-kanak yang tulus.
Cerita
terjadi di desa Gantung, Kabupaten Gantung, Belitung Timur. Dimulai ketika
sekolah Muhammadiyah terancam akan dibubarkan oleh Depdikbud Sumsel jikalau
tidak mencapai siswa baru sejumlah 10 anak. Ketika itu baru 9 anak yang
menghadiri upacara pembukaan, akan tetapi tepat ketika Pak Harfan, sang kepala
sekolah, hendak berpidato menutup sekolah, Harun dan ibunya datang untuk
mendaftarkan diri di sekolah kecil itu.
Mulai
dari sanalah dimulai cerita mereka. Mulai dari penempatan tempat duduk,
pertemuan mereka dengan Pak Harfan, perkenalan mereka yang luar biasa di mana A
Kiong yang malah cengar-cengir ketika ditanyakan namanya oleh guru mereka, Bu
Mus. Kejadian bodoh yang dilakukan oleh Borek, pemilihan ketua kelas yang
diprotes keras oleh Kucai, kejadian ditemukannya bakat luar biasa Mahar,
pengalaman cinta pertama Ikal, sampai pertaruhan nyawa Lintang yang mengayuh
sepeda 80 km pulang pergi dari rumahnya ke sekolah!
Mereka, Laskar Pelangi – nama yang diberikan Bu Muslimah
akan kesenangan mereka terhadap pelangi – pun sempat mengharumkan nama sekolah
dengan berbagai cara. Misalnya pembalasan dendam Mahar yang selalu dipojokkan
kawan-kawannya karena kesenangannya pada okultisme yang membuahkan kemenangan
manis pada karnaval 17 Agustus, dan kejeniusan luar biasa Lintang yang
menantang dan mengalahkan Drs. Zulfikar, guru sekolah kaya PN yang berijazah
dan terkenal, dan memenangkan lomba cerdas cermat. Laskar Pelangi mengarungi
hari-hari menyenangkan, tertawa dan menangis bersama. Kisah sepuluh kawanan ini
berakhir dengan kematian ayah Lintang yang memaksa Einstein cilik itu putus
sekolah dengan sangat mengharukan, dan dilanjutkan dengan kejadian 12 tahun
kemudian di mana Ikal yang berjuang di luar pulau Belitong kembali ke
kampungnya.
Kesulitan
terus menerus membayangi sekolah kampung itu. Sekolah yang dibangun atas jiwa
ikhlas dan kepeloporan dua orang guru, seorang kepala sekolah yang sudah tua,
Bapak Harfan Efendy Noor dan ibu guru muda, Ibu Muslimah Hafsari, yang juga
sangat miskin, berusaha mempertahankan semangat besar pendidikan dengan
terseok-seok. Sekolah yang nyaris dibubarkan oleh pengawas sekolah Depdikbud
Sumsel karena kekurangan murid itu, terselamatkan berkat seorang anak idiot
yang sepanjang masa bersekolah tak pernah mendapatkan rapor.
Sekolah
yang dihidupi lewat uluran tangan para donatur di komunitas marjinal itu begitu
miskin. Gedung sekolah bobrok, ruang kelas beralas tanah, beratap
bolong-bolong, berbangku seadanya, jika malam dipakai untuk menyimpan ternak,
bahkan kapur tulis sekalipun terasa mahal bagi sekolah yang hanya mampu
menggaji guru dan kepala sekolahnya dengan sekian kilo beras, sehingga para
guru itu terpaksa menafkahi keluarganya dengan cara lain. Sang kepala sekolah
mencangkul sebidang kebun dan sang ibu guru menerima jahitan.
Dari
waktu ke waktu mereka berdua bahu membahu membesarkan hati kesebelas anak-anak
tadi agar percaya diri, berani berkompetisi, agar menghargai dan menempatkan
pendidikan sebagai hal yang sangat penting dalam hidup ini. Mereka mengajari
kesebelas muridnya agar tegar, tekun, tak mudah menyerah, dan gagah berani
menghadapi kesulitan sebesar apapun. Kedua guru itu juga merupakan guru yang
ulung sehingga menghasilkan seorang murid yang sangat pintar dan mereka mampu
mengasah bakat beberapa murid lainnya. Pak Harfan dan Bu Mus juga mengajarkan
cinta sesama dan mereka amat menyayangi kesebelas muridnya. Kedua guru miskin
itu memberi julukan kesebelas murid itu sebagai para Laskar Pelangi.
Keajaiban
terjadi ketika sekolah Muhamaddiyah, dipimpin oleh salah satu laskar pelangi
mampu menjuarai karnaval mengalahkan sekolah PN dan keajaiban mencapai
puncaknya ketika tiga orang anak anggota laskar pelangi (Ikal, Lintang, dan
Sahara) berhasil menjuarai lomba cerdas tangkas mengalahkan sekolah-sekolah PN
dan sekolah-sekolah negeri. Suatu prestasi yang puluhan tahun selalu digondol
sekolah-sekolah PN.
Tak
ayal, kejadian yang paling menyedihkan melanda sekolah Muhamaddiyah ketika
Lintang, siswa paling jenius anggota laskar pelangi itu harus berhenti sekolah
padahal cuma tinggal satu triwulan menyelesaikan SMP. Ia harus berhenti karena
ia anak laki-laki tertua yang harus menghidupi keluarga, sebab ketika itu
ayahnya meninggal dunia.
Meskipun
awal tahun 90-an sekolah Muhamaddiyah itu akhirnya ditutup karena sama sekali
sudah tidak bisa membiayai diri sendiri, tapi semangat, integritas, keluruhan
budi, dan ketekunan yang diajarkan Pak Harfan dan Bu Muslimah tetap hidup dalam
hati para laskar pelangi. Akhirnya kedua guru itu bisa berbangga karena
diantara sebelas orang anggota laskar pelangi sekarang ada yang menjadi wakil
rakyat, ada yang menjadi research and development manager di salah satu
perusahaan multi nasional paling penting di Negeri ini, ada yang mendapatkan
bea siswa international kemudian melakukan research di University de Paris,
Sorbonne dan lulus S2 dengan predikat with distinction dari sebuah universitas
terkemuka di Inggris. Semua itu, buah dari pendidikan akhlak dan kecintaan
intelektual yang ditanamkan oleh Bu Mus dan Pak Harfan.
Tokoh-tokoh yang muncul
dalam Laskar Pelangi :
1) Ikal : Tokoh ‘aku’
dalam cerita ini. Ikal yang selalu menjadi peringkat kedua memiliki teman
sebangku bernama Lintang, yang merupakan anak terpintar dalam Laskar Pelangi.
Ia berminat pada sastra, terlihat dari kesehariannya yang senang menulis puisi.
Ia menyukai A Ling, sepupu dari A Kiong, yang ditemuinya pertama kali di sebuah
toko kelontong bernama Toko Sinar Harapan. Pada akhirnya hubungan mereka berdua
terpaksa berakhir oleh jarak akibat kepergian A Ling ke Jakarta untuk menemani bibinya.
2) Lintang : Teman
sebangku Ikal yang luar biasa jenius. Ayahnya bekerja sebagai nelayan miskin
yang tidak memiliki perahu dan harus menanggung kehidupan 14 jiwa anggota
keluarga. Lintang telah menunjukkan minat besar untuk bersekolah semenjak hari
pertama berada di sekolah. Ia selalu aktif didalam kelas dan memiliki cita-cita
sebagai ahli matematika. Sekalipun ia luar biasa pintar, pria kecil berambut
merah ikal ini pernah salah membawa peralatan sekolahnya. Cita- citanya
terpaksa ditinggalkan agar ia dapat bekerja untuk membiayai kebutuhan hidup
keluarganya semenjak ayahnya meninggal.
3) Sahara :
Satu-satunya gadis dalam anggota Laskar Pelangi. Sahara adalah gadis keras
kepala berpendirian kuat yang sangat patuh kepada agama. Ia adalah gadis yang ramah
dan pandai, ia baik kepada siapa saja kecuali pada A Kiong yang semenjak mereka
masuk sekolah sudah ia basahi dengan air dalam termosnya.
4) Mahar : Pria tampan
bertubuh kurus ini memiliki bakat dan minat besar pada seni. Pertama kali
diketahui ketika tanpa sengaja Bu Muslimah menunjuknya untuk bernyanyi di depan
kelas saat pelajaran seni suara. Pria yang menyenangi okultisme ini sering
dipojokkan teman-temannya. Ketika dewasa, Mahar sempat menganggur menunggu
nasib menyapanya karena tak bisa ke manapun lantaran ibunya yang sakit-sakitan.
Akan tetapi, nasib baik menyapanya dan ia diajak petinggi untuk membuat
dokumentasi permainan anak tradisional setelah membaca artikel yang ia tulis di
sebuah majalah, dan akhirnya ia berhasil meluncurkan sebuah novel tentang
persahabatan.
5) A Kiong : Anak
Hokian. Keturunan Tionghoa ini adalah pengikut sejati Mahar sejak kelas satu.
Baginya Mahar adalah suhunya yang agung. Kendatipun pria kecil ini berwajah
buruk rupa, ia memiliki rasa persahabatan yang tinggi dan baik hati, serta suka
menolong pada siapapun kecuali Sahara. Namun, meski mereka selalu bertengkar,
ternyata mereka berdua saling mencintai satu sama lain.
6) Syahdan : Anak
nelayan yang ceria ini tak pernah menonjol. Kalau ada apa-apa dia pasti yang
paling tidak diperhatikan. Misalnya ketika bermain sandiwara, Syahdan hanya
kedapatan jadi tukang kipas putri dan itupun masih banyak kesalahannya. Syahdan
adalah saksi cinta pertama Ikal, ia dan Ikal bertugas membeli kapur di Toko
Sinar Harapan semenjak Ikal jatuh cinta pada A Ling. Syahdan ternyata memiliki
cita-cita yang tidak pernah terbayang oleh Laskar Pelangi lainnya yaitu menjadi
aktor. Dengan bekerja keras pada akhirna dia menjadi aktor sungguhan meski
hanya mendapatkan peran kecil seperti tuyul atau jin… Setelah bosan, ia pergi
dan kursus komputer. Setelah itu ia berhasil menjadi network designer.
7) Kucai : Ketua kelas
sepanjang generasi sekolah Laskar Pelangi. Ia menderita rabun jauh karena
kurang gizi dan penglihatannya melenceng 20 derajat, sehingga jika ia menatap
marah ke arah Borek, maka akan terlihat ia sedang memperhatikan Trapani.
Laki-laki ini sejak kecil terlihat bisa menjadi politikus dan akhirnya
diwujudkan ketika ia dewasa menjadi ketua fraksi di DPRD Belitong.
8) Borek : Pria besar
maniak otot. Borek selalu menjaga citranya sebagai laki-laki macho. Ketika
dewasa ia menjadi kuli di toko milik A Kiong dan Sahara.
9) Trapani : Pria
tampan yang pandai dan baik hati ini sangat mencintai ibunya. Apapun yang ia
lakukan harus selalu didampingi ibunya, seperti misalnya ketika mereka akan
tampil sebagai band yang dikomando oleh Mahar, ia tidak mau tampil jika tak
ditonton ibunya. Cowok yang bercita- cita menjadi guru ini akhirnya berakhir di
rumah sakit jiwa karena ketergantungannya terhadap ibunya.
10) Harun : Pria yang
memiliki keterbelakangan mental ini memulai sekolah dasar ketika ia berumur 15
tahun. Laki-laki jenaka ini senantiasa bercerita tentang kucingnya yang
berbelang tiga dan melahirkan tiga anak yang masing-masing berbelang tiga pada
tanggal tiga kepada Sahara dan senang sekali menanyakan kapan libur lebaran
pada Bu Muslimah. Ia menyetor 3 buah botol kecap ketika disuruh mengumpulkan
karya seni kelas enam.
Tokoh-tokoh Lain
1) Bu Muslimah :
Bernama lengkap N.A. Muslimah Hafsari Hamid binti K.A. Abdul Hamid. Dia adalah
Ibunda Guru bagi Laskar Pelangi. Wanita lembut ini adalah pengajar pertama
Laskar Pelangi dan merupakan guru yang paling berharga bagi mereka.
2) Pak Harfan : Nama
lengkap K.A. Harfan Efendy Noor bin K.A. Fadillah Zein Noor. Kepala sekolah
dari sekolah Muhammadiyah. Ia adalah orang yang sangat baik hati dan penyabar
meski murid-murid awalnya takut melihatnya.
3) Flo : Bernama asli
adalah Floriana, seorang anak tomboi yang berasal dari keluarga kaya. Dia
merupakan murid pindahan dari sekolah PN yang kaya dan sekaligus tokoh terakhir
yang muncul sebagai bagian dari laskar pelangi. Awal pertama kali masuk
sekolah, ia sempat membuat kekacauan dengan mengambil alih tempat duduk Trapani
sehingga Trapani yang malang terpaksa tergusur. Ia melakukannya dengan alasan
ingin duduk di sebelah Mahar dan tak mau didebat.
4) A Ling : Cinta
pertama Ikal yang merupakan saudara sepupu A Kiong. A Ling yang cantik dan
tegas ini terpaksa berpisah dengan Ikal karena harus menemani bibinya yang
tinggal sendiri.
Kelemahan dari Novel Laskar Pelangi
Kelemahannya yaitu
penggunaan nama-nama ilmiah dalam cerita- ceritanya. Hal ini membuat pembaca
kurang nyaman dalam membaca. Apalagi glosarium diletakkan di bagian belakang
novel. Hal ini menambah ketidakpraktisan memahami istilah-istilah ini. Selain
itu, imajinasi pembaca bisa terhambat jika mereka tak memahami istilah-istilah
tersebut.
Alurnya yang tidak
jelas. Tidak seperti Harry Potter atau Ayat-Ayat Cinta dengan alur yang enak
diikuti, cerita-cerita dalam Laskar Pelangi ini alur waktunya dibolak-balik
sehingga membingungkan pembaca. Apalagi tidak disebutkan tahun berapakah tiap-tiap
peristiwa itu terjadi.
Kelebihan dari Novel Laskar Pelangi
Kelebihannya buku ini
menceritakan tentang persahabatan dan setia kawanan yang erat dan juga mencakup
pentingnya pendidikan yang begitu mendalam. Serta kisahnya yang mengharukan.
Kesimpulan dari membaca Novel Laskar Pelangi
Dari novel yang di buat
oleh Andre Hirata ini, saya dapat mengambil beberapa pelajaran hidup yang
penting, salah satunya kita harus benar-benar menghargai hidup, menghargai
semua pemberian Tuhan, tidak pantang menyerah bila menginginkan sesuatu, dan
tidak ada yang tidak mungkin asalkan kita mau dan berusaha. Dan satu lagi, pintar
tidak menjamin kita untuk selalu sukses, seperti cerita pada tokoh lintang, dia
anak yang pintar, namun diakhir cerita dia menjadi seorang supir truk, disini
saya dapat mengambil kesimpulan, bahwa semua kehidupan manusia sudah ada yang
mengaturnya, yaitu Tuhan. Semua yang kita kerjakan tidak lepas dari campur
tangan Tuhan.
Saran untuk Novel Laskar Pelangi
Berikut beberapa saran
dari saya, penggunaan nama-nama ilmiah dikurangi, agar para pembaca nyaman
dalam membaca dan memahami maknanya serta menyebutkan tahun di tiap-tiap
peristiwa yang terjadi agar tidak membuat pembaca bingung dengan alurnya.
SELESAI
AYAT-
AYAT CINTA
Penulis: Habiburrahman
El Shirazy
Penerbit:
Republika-Basmala
Tahun Pertama terbit:
2004
Jumlah Halaman: 418
Banyak yang
merekomendasikan novel ini untuk dibaca, sebab sarat akan nilai-nilai
keislaman. Tapi, tak ingin menjadi naïf, bukankah ada banyak novel di luar sana
yang juga dijejali dengan nilai-nilai agama? Lantas mengapa novel karya
Habiburrahman El Shirazy ini dibaca jutaan orang? Pasti ada yang “lebih
daripada pesan moral”. Mungkin begitu segelintiran pertanyaan yang bergelayut
di kepala Anda sebelum membaca novel Ayat-ayat cinta ini. Secara umum novel ini
menarik. Menyajikan kisah cinta yang matang dengan latar negeri para nabi,
Mesir.
Kisahnya dibuka dengan
keseharian seorang pemuda dari Indonesia bernama Fahri. Ia seorang mahasiswa
yang sedang menuntut ilmu di salah satu universitas bergengsi di Cairo, Mesir.
Ia digambarkan sebagai tokoh yang saleh, pintar, santun, baik, dan sederet
label sempurna lainnya. Agaknya sang penulis gagal bercerita pada bagian
penokohan si Fahri ini. Banyak yang yang mencemooh karakternya yang bak nabi,
tanpa cacat. Cercaan itu dilengkapi dengan anugerah fisik sempurna yang
dilekatkan sang penulis padanya. Walhasil, sekurang-kurangnya ada 4 wanita
cantik yang menginginkan Fahri menjadi pendamping. Wanita tersebut adalah
Nurul, Noura, Maria dan Aisha. Keempat wanita tersebut jatuh hati pada
“kesempurnaan” tokoh Fahri, hal ini bagi sebagian orang terlalu utopis. Meski
demikian, dalam ranah fiksi, penulis adalah “tuhan”.
Fokus utama cerita ini
sebenarnya adalah cinta. Tapi penulis membungkusnya dengan koridor islami.
Klimaks konflik dimulai saat Fahri menikahi seorang wanita bernama Aisha, yang
merupakan keturunan beberapa Negara yakni Palestina, Turki dan Jerman. Ia digambarkan
sebagai wanita dengan mata yang menawan. Ia menggunakan cadar, cerdas, kaya,
cantik dan semua sifat sempurna lainnya. Fahri yang anak seorang pedangang tape
ketan cukup mendapatkan berkah luar biasa dengan menikahi seorang putri
milyarder, si Aisha ini. Kisah kemudian bergulir pada sosok Maria, gadis cantik
penganut Kristen Koptik yang merupakan tetangga Fahri. Dan, entah beruntung
atau memang takdir penulis, ia membuat Maria jatuh hati pada Fahri. Perasaannya
bahkan tak hilang sekalipun Fahri telah menikah. Selain Maria, ada pula Noura
yang pada akhirnya menuduh Fahri hendak memperkosanya karena ia menolak cinta
Noura. Klise memang, tapi toh cerita ini sanggup membuat banyak orang membeli
buku ini.
Lantas apa yang menarik
selain kisah-kisah tokoh yang semua nyaris sempurna itu? Mungkin setting.
Penulis novel ini agaknya memahami betul lekuk cantik Mesir utamanya Cairo.
Bagi pembaca, hal ini tentu semacam kunjungan lewat kata. Menyenangkan! Selain
setting, keunggulan buku ini mungkin dari fragmen adegan yang memukau, sedikit
berlebihan, tapi tetap membuat silau. Misalnya saat Maria sekarat, ia bermimpi
bertemu Maryam ibunda Nabi Isa. Ia tidak diijinkan memasuki pintu Syurga
sebelum ber-islam. Kemudian Maria sadar dan mengucapkan kalimat syahadat
kemudian meninggal dalam keadaan ber-islam. Menyentuh meski sedikit berlebihan.
Dari segi bahasa,
penulis bermain aman. Buku ini tidak memiliki cita rasa sastra yang berani
bermain kata. Bahasanya sederhana, runut dan mudah dimengerti. Hal ini mungkin
yang menmbuat semua kalangan membacanya. Sederhana meski kisahnya terlampau
sempurna. Tapi, persoalan selera tak mutlak sama bukan? Bisa saja Anda
membacanya dengan sensasi berbeda. Sinopsis novel Ayat-ayat Cinta ini tidak
bermaksud untuk mengintervensi pendapat Anda. Hanya mengantarkan Anda pada
potongan cerita di novel ini. Sisanya, silahkan Anda membacanya sendiri. Novel
ini layak untuk dibaca. Selamat berburu novel ya!
SALAH
PILIH
Judul Novel : Salah Pilih
Pengarang : Nur Sutan Iskandar
Penerbit : Balai Pustaka, Jakarta
Tahun Terbit : 1928 cetakan pertama
Unsur Intrinsik Novel
1. Tema
Secara umum, tema dari
novel yang berjudul Salah Pilih adalah Kesalahan Menentukan Pujaan Hati
2. Latar
a. Latar Tempat : Sebagian besar di daerah Minangkabau
yaitu Maninjau, Sungaibatang, Bayur, dan Bukittinggi. Sebagian juga berada di
Pulau Jawa
b. Latar Waktu : Siang hari
c. Latar Suasana : Mengharukan
3. Penokohan
a. Asri memiliki watak patuh terhadap orang
tua, penyayang, lapang dada, sabar, terpelajar, dan berbudi baik
b. Asnah memiliki watak baik, berbudi luhur,
ramah, sopan, lembut, pemaaf, patuh kepada orang tua, dam sedikit tertutup
c. Mariati memiliki watak baik hati walau
terkadang sikapnya ketus dan asam dan penyayang
d. Sitti Maliah memiliki watak baik hati dan
penyayang
e. Saniah (Istri Asri) memiliki watak pandai
berpura-pura, angkuh, bicaranya kasar, dan suka menyindir
f. Rusiah (Kakak Saniah) memiliki watak sabar,
berbudi baik, dan lembut
g. Rangkayo Saleah (Ibu Saniah) memiliki watak
angkuh, sombong, dan tinggi hati
h. Dt. Indomo (Ayah Saniah) memiliki watak
baik hati, penakut, dan kurang tegas
i. Kaharuddin (Kakak Saniah) memiliki watak
rendah hati dan tidak sombong
j. Mariah memiliki watak baik hati dan
penyayang
k. Dt. Bendahara memiliki watak teguh
pendirian tetapi egois
4. Alur
Novel tersebut disusun
dengan alur maju karena jalinan cerita disusun dari awal sampai akhir.
5. Amanat
Berpikirlah dengan bijak dan jangan
mengambil keputusan secara tergesa-gesa agar tidak menjadi orang yang menyesal
di kemudian hari.
6. Sudut Pandang
Novel ini menggunakan
sudut pandang orang ketiga karena menggunakan nama orang.
7. Gaya Bahasa
Novel ini sebagian
besar menggunakan Bahasa Melayu dan terdapat sebagian kata yang tidak dipahami
dalam Bahasa Indonesia, serta novel ini terdapat beberapa pribahasa.
Sinopsis
Novel Salah Pilih
Di sebuah daerah di Minangkabau, tinggallah
sebuah keluarga. Dalam keluarga tersebut terdapat seorang ibu, saudara
perempuannya ibu, dan seorang anak perempuan. Anak perempuan itu bernama Asnah,
ia adalah anak angkat dari Mariati. Asnah adalah seorang gadis yang cantik,
baik, sopan, lembut, serta taat dan patuh terhadap Mariati meskipun Mariati
hanyalah ibu angkatnya. Kebaikan hati Asnah itu pulalah yang membuat Mariati
teramat sayang kepadanya, sehingga Asnah dapat menjadi obat dalam setiap sakit
dan penghibur dikala susahnya.
Setiap kali perlu
sesuatu, Mariati lebih senang dilayani oleh Asnah daripada oleh Sitti Maliah,
maka Sitti Maliah kadang-kadang merasa iri terhadap Asnah karena tak jarang
Mariati lebih membutuhkan Asnah dibanding dirinya. Walaupun demikian, Sitti
Maliah tetap senang dan sayang terhadap Asnah karena memang perangai gadis
tersebut benar-benar baiknya.
Selain Asnah, Mariati
juga mempunyai seorang anak laki-laki bernama Asri. Asri sama pula sayangnya
terhadap Asnah sebagaimana dia menyayangi adik kandungnya. Namun karena Asri
sedang bersekolah di Jakarta, jadi dia tidak dapat selalu bertemu dengan Asnah
untuk sekedar berbagi cerita.
Namun seiring
berjalannya waktu, berubah pula perasaan Asnah terhadap Asri. Semula
perasaannya terhadap Asri hanyalah sebatas perasaan sayang terhadap seorang
saudara, namun demikian perasaan itu terus mengalir hingga menumbuhkan
benih-benih cinta di hati Asnah. Walau demikian, Asnah tidak ingin Asri
mengetahui perasaan dirinya. Sebisa mungkin dia bersikap biasa manakala Asri
pulang.
Hingga tiba saat Asri
tamat dari sekolahnya, dan Mariati menyuruh Asri tinggal dan bekerja di kampung
halamannya saja karena ia merasa ia sudah demikian tua dan sakit-sakitan maka
ia tak ingin jauh-jauh dari anak laki-lakinya itu. Sebenarnya keinginan Mariati
tadi sangat bertentangan dengan keinginan hati Asri, karena ia sangat ingin
meneruskan sekolahnya ke sekolah tingkat SMA dan melanjutkannya ke sekolah
kedokteran, namun sebagai seorang anak yang berbakti kepada ibunya, akhirnya ia
mengikuti keinginan ibunya tersebut. Hingga suatu saat merasa bahwa Asri sudah
cukup umur bahkan bisa dibilang sudah matang untuk menikah.
Asri menyetujui apa
saja keinginan ibunya tersebut, hanya saja dia masih bingung dalam mencari calon
istri untuk dirinya. Asnah begitu kaget manakala ia mendengar bahwa Asri akan
segera menikah, hanya karena adat istiadat yang berlaku saat itu maka dirasa
tidak pantas mereka menikah karena dianggap masih sepesukuan yang berasal dari
satu kaum. Lalu dipilih-pilihlah wanita di negerinya yang belum menikah.
Akhirnya Asri menemukan seorang gadis yang dirasa cocok untuk menjadi
pendampingnya kelak, gadis itu adalah Saniah. Keinginan melamar Saniah bukanlah
tanpa alasan, Asri lebih dahulu tertarik kepada kakak Saniah, yaitu Rusiah.
Rusiah adalah seorang perempuan yang baik hatinya dan lembut perangainya. Namun
ketika Asri bersekolah di Bukittinggi, ternyata Rusiah dikawinkan dengan
seorang laki-laki bernama Sutan Sinaro. Jadi, Asri memutuskan untuk meminang Saniah
karena dirasa Saniah pun tak jauh beda dengan kakaknya, baik rupa ataupun
perengainya.
Sampai suatu saat Asri
bersama-sama ibunya memutuskan untuk bertamu ke rumah keluarga Saniah. Keluarga
itu adalah keluarga orang terpandang, keluarga seorang bangsawan, kaya, dan
terpelajar. Walaupun ibu gadis tersebut memiliki perangai yang kaku dan
cenderung angkuh, namun Asri yakin bahwa Saniah tentunya berperangai lain
dengan ibunya.
Lalu tak beberapa lama
Asri memutuskan memilih Saniah sebagai calon istrinya. Mereka berdua
melaksanakan acara pertunangan terlebih dahulu. Saat pertunangan, Saniah
benar-benar menampakkan perangai yang sangat baik, ia pun hormat terhadap
seluruh keluarga Asri. Perangai demikian itu membuat Asri semakin yakin dengan
pilihannya itu. Tak lama, dilangsungkanlah upacara perkawinan Asri dengan
Saniah yang sangat meriah.
Setelah menikah, mereka
berdua lalu pindah ke Rumah Gedang milik keluarga Asri. Dari situlah diketahui
bahwa Saniah tidaklah seelok yang dia perlihatkan saat sebelum menikah. Saniah
begitu memandang rendah terhadap Asnah hanya karena Asnah adalah seorang anak
angkat. Dia merasa bahwa tidak sepatutnya Asnah disejajarkan dengan dirinya
yang berasal dari kaum terpandang. Ternyata perangai Saniah begitu angkuhnya, berbeda
dengan yang dia perlihatkan sebelum menikah dahulu. Saniah begitu sering
berkata menyindir, bersikap bengis, bahkan mencaci maki yang begitu menyakitkan
hati Asnah. Bahkan terhadap mertuanya pun, Saniah bersikap kurang sopan. Namun
Asnah adalah seorang gadis yang tegar dan sabar serta mempunyai hati lapang,
dia tidak pernah membalas perlakuan buruk dari iparnya itu.
Tak lama setelah
menikah, adat buruk Saniah semakin menjadi. Bahkan sekarang dia berani melawan
terhadap suaminya, kerap kali ia juga berkata-kata kasar terhadap suaminya.
Sehingga dapat dilihat bahwa adat Saniah tak jauh bedanya dengan ibunya,
Rangkayo Saleah. Hingga membuat kesabaran Asri kian berkurang dan akhirnya Asri
membiarkan Saniah pulang ke rumah orang tuanya manakala saat itu Sidi Sutan
datang menjemput. Yang semula bermaksud Saniah dan Asri, namun karena
pertengkaran itu, jadilah Saniah pulang sendiri.
Hingga suatu hari
Rangkayo Saleah mendapat kabar bahwa anak laki-lakinya, Kaharuddin akan menikah
dengan seorang perempuan anak seorang saudagar batik di Kota Padang, tak
tertahankan lagilah amarahnya. Dianggapnya oleh Rangkayo Saleah bahwa
Kaharuddin akan menikah dengan seorang perempuan yang tak tentu asal-usulnya.
Sementara Dt. Indomo merasa tidak setuju dengan pendapat istrinya itu, ia
setuju saja anaknya menikah dengan siapapun asal perempuan yang disukainya itu
terpelajar, sehat, orang baik-baik, dan sopan santun. Kaya, miskin, bangsawan,
berbeda negeri, dan sebagainya tidaklah dipandang sebagai alasan.
Namun Rangkayo Saleah
tetap teguh pada pendiriannya untuk tidak menyetujui pernikahan Kaharuddin.
Akhirnya ia memutuskan untuk pergi ke Padang mendatangi Kaharuddin. Kebetulan
saat itu Saniah berada di rumahnya setelah Sidi Sutan menjemputnya dari Rumah
Gedang. Maka diajaknyalah Saniah pergi ke Kota Padang. Di tengah jalan
kendaraan yang mereka tumpangi sempat berhenti. Lalu sejenak Saniah memandang
negeri yang ia tinggalkan. Namun entah mengapa, begitu banyak yang ia ingat
saat memandang Rumah Gedang yang nampak jelas terlihat dikejauhan. Tiba-tiba ia
teringat akan suaminya, yang begitu sayang terhadapnya, maka teringatlah ia
bahwa ia telah durhaka terhadap suaminya teringat akan dosa-dosa yang ia
perbuat terhadap orang-orang disekitarnya termasuk pada Asnah. Lama benar ia
memandang, seakan-akan ia akan pergi jauh. Kemudian mereka melanjutkan
perjalanannya. Dan Rangkayo Saleah meminta supir agar memacu kendaraannya lebih
cepat agar mereka bisa lebih cepat sampai di tujuan. Sang sopir pun begitu
senang ketika Rangkayo Saleah menyuruhnya untuk memacu kendaraannya dengan
cepat. Karena baginya inilah saatnya untuk memperlihatkan keahliannya dalam
mengendalikan mobil, walaupun jalanan berkelok tajam, juga tebingnya yang
begitu curam.
Akhirnya, peristiwa
yang sangat tidak di harapkan pun terjadi. Sang sopir kehilangan kendalinya,
dan mobil yang dikendalikannya itu jatuh terbalik dan masuk ke dalam sungai
yang kering airnya. Rangkayo Saleah meninggal di tempat kejadian, sementara
Saniah yang kelihatannya masih bernafas segera diselamatkan orang-orang dan
dibawa ke rumah sakit. Namun karena kecelakaan yang dialaminya begitu parah,
akhirnya Saniah pun meninggal dunia setelah sempat bertemu dan meminta maaf
kepada suaminya.
Setelah beberapa lama
Saniah meninggal, begitu banyak lamaran yang datang kepada Asri. Namun dia tak
ingin salah pilih lagi. Dan ia memutuskan kalaupun ia hendak menikah lagi, ia
hanya ingin menikah dengan orang yang sudah sangat dikenal oleh dirinya dan
dapat menjadi kawan yang selalu ada dalam susah, sedih, senang, dan gembira
yaitu Asnah. Ia tak ingin salah pilih lagi karena ia yakin bahwa Asnahlah
satu-satunya perempuan terbaik bagi dirinya. Namun saat itu Asnah tinggal
bersama Mariah, saudara perempuan Mariati yang tinggal di Bayur. Jadilah Asri
mendatanginya sekalian minta izin kepada Mariah untuk menikahi Asnah.
Para penghulu adat dan
masyarakat pun sangat kaget mendengar keputusan Asri, karena walau bagaimanapun
Asri dan Asnah sudah dianggap sebagai saudara sepesukuan. Walaupun Asri tidak
setuju pada pendapat orang-orang, karena baginya Asnah hanyalah saudara angkat
yang dibesarkan bersama-sama dengannya dan tidak ada ikatan darah dengannya.
Namun pikiran
orang-orang berlainan dengannya. Dan adat pun mengatakan bahwa jika ada saudara
sepesukuan yang melangsungkan perkawinan, maka mereka tidak akan diakui lagi
sebagai warga Minangkabau. Dan Asri, daripada ia harus mengikuti adat yang
bertentangan dengan hati nuraninya dan harus kehilangan orang yang dicintainya,
ia pun memutuskan untuk membawa Asnah pergi meninggalkan Minangkabau. Dan ia
pun rela melepaskan pekerjaannya sebagai seorang Sutan Bendahara. Mereka
memutuskan untuk pergi ke Jawa.
Awalnya, kehidupan
mereka disana tidak begitu berkecukupan. Mereka pun banyak dijauhi oleh
orang-orang sekampung mereka yang kebetulan sama-sama berniaga di Jawa. Namun
karena usaha keras dan kesabaran hati mereka, akhirnya Asri mendapatkan
pekerjaan yang layak. Dan yang terpenting, Asri mendapat kebahagiaan bersama
Asnah.
Selang beberapa lama,
Asri dan Asnah mendapatkan surat dari para penghulu negeri untuk segera pulang ke kampung halamannya.
Karena penduduk kampung sadar telah kehilangan orang pintar yang mempunyai
cita-cita yang besar untuk kemajuan negerinya. Seiring perkembangan zaman,
pengetahuan penduduk pun sudah terbuka lebar dan mereka lebih bisa menanggapi
sesuatu hal dengan cara yang masuk akal.
Akhirnya, Asri dan
Asnah pulang kembali ke kampung halamannya. Mereka disambut dengan suka cita
oleh para penduduk disana. Asri diberikan kedudukan sebagai Engku Sutan
Bendahara. Mereka sangat dihormati oleh penduduk dan hidup bahagia selamanya.
Adat dan Kebiasaan
dalam Novel 20 – 30an
1. Jika sedarah dilarang menikah, karena Asri
dan Asnah sudah tinggal bersama maka penduduk desa menganggap bahwa mereka
adalah sedarah sebenarnya tidak, tidak ada ikatan darah apapun. Karena merasa
tidak bersalah mereka akhirnya menikah dan mereka harus keluar dari
Minangkabau.
2. Harta dan kedudukan, Rangkayo Saleah tidak
menyetujui pernikahan anaknya karena mengira Kaharuddin menikah dengan wanita
yang tak tentu asal usulnya sebenarnya wanita tersebut adalah anak saudagar
batik.
Etika Moral
1. Anak yang berbakti terhadap orang tuanya,
meskipun Asri ingin melanjutkan sekolah sampai menjadi dokter namun, karena
ibunya memintanya untuk pulang ke kampung halamannya dan bekerja di kampung.
Akhirnya Asri menuruti keinginan ibunya.
2. Kita harus tegar menghadapi cobaan, sikap
Asnah yang sabar dan tulus mencintai Asri membuahkan hasil yang manis walaupun
ia harus menghadapi berbagai cacian dari Saniah. Berkat keteguhan dan kesabaran
hati Asnah dalam mencintai Asri membawa kebahagiaan di akhir cerita.
3. Kita harus bekerja keras, awal
kepindahannya di Jawa, Asri dan Asnah dijauhi oleh orang-orang yang sama-sama
berniaga di Jawa. Karena kerja keras mereka, akhirnya mereka dapat memajukan
usahanya.
4. Bertanggung jawab, Asri tidak berniat
sedikit pun untuk menceraikan Saniah meskipun Saniah bukanlah jodoh yang
terbaik
http://theridwandeny.blogspot.com/2013/03/sinopsis-novel-20-30-an.html
Judul novel angkatan 20
dan 30Karya Marah Roesli :
1.Siti Nurbaya. Jakarta
: Balai Pustaka. 1920 mendapat hadiah dari Pemerintah RI tahun 1969.
2.La Hami. Jakarta :
Balai Pustaka. 1924.
3.Anak dan Kemenakan.
Jakarta : Balai Pustaka. 1956.
4. Memang Jodoh (naskah
roman dan otobiografis)
5. Tesna Zahera (naskah
Roman)
6. Terjemahannya: Gadis
yang Malang (novel Charles Dickens, 1922).
Karya Abdul Muis :
1. Salah Asuhan(novel,
1928, difilmkan Asrul Sani, 1972)
2. Pertemuan Jodoh
(novel, 1933)
3. Surapati (novel,
1950)
4. Robert Anak
Surapati(novel, 1953)
Karya Tulis Sutan Sati
:
1. Tak Disangka (1923)
2. Sengsara Membawa
Nikmat (1928)
3. Syair Rosina (1933)
4. Tjerita Si Umbut
Muda (1935)
5. Tidak Membalas Guna
6. Memutuskan Pertalian
(1978)
7. Sabai nan Aluih:
cerita Minangkabau lama (1954)
Karya Sumam Hasibuan :
1. “Pertjobaan Setia”
(1940)
2.“ Mentjari Pentjuri
Anak Perawan” (1957)
3. “Kasih Ta’ Terlarai”
(1961)
4. Kawan Bergelut”
(kumpulan cerpen)
5. “Tebusan Darah“
Karya Haji Abdul Malik
Karim :
1. Khatibul Ummah,
Jilid 1-3. Ditulis dalam huruf Arab.
2. Si Sabariah. (1928)
3. Pembela Islam
(Tarikh Saidina Abu Bakar Shiddiq),1929.
4. Adat Minangkabau dan
agama Islam (1929).
5. Ringkasan tarikh
Ummat Islam (1929).
6. Kepentingan
melakukan tabligh (1929).
7. Hikmat Isra’ dan
Mikraj.
8. Arkanul Islam (1932)
di Makassar.
9. Laila Majnun (1932)
Balai Pustaka.
10. Majallah ‘Tentera’
(4 nomor) 1932, di Makassar.
11. Majallah Al-Mahdi
(9 nomor) 1932 di Makassar.
12. Mati mengandung
malu (Salinan Al-Manfaluthi) 1934.
13. Di Bawah Lindungan
Ka’bah (1936) Pedoman Masyarakat,Balai Pustaka.
PERIODIASI
ANGKATAN 20, 30, 45, 66
PERIODIASI ANGKATAN
Pengertian
Periodisasi sastra
adalah pembabakan waktu terhadap perkembangan sastra yang ditandai dengan
ciri-ciri tertentu. Maksudnya tiap babak waktu (periode) memiliki ciri tertentu
yang berbeda dengan periode
lain.
Angkatan 20’an
UNSUR ESTETIK
Angkatan 20an :
1) Gaya bahasa
perumpamaan
2) beralur lurus
3) Tokoh berwatak datar
4) Banyak degresi (
sisipan )
5) Sudut pandang orang
ketiga
6) Bersifat didaktis
7) Bercorak romantic
UNSUR EKSTRAESTETIK
Angkatan 20an :
1) Adat kawin paksa
2) Pertentangan paham
antar kaum tua dan kaum muda
3) Latar daerah
pedesaan
4) Cerita sesuai taman
5) Cita-cita kebangsaan
belum dipermasalahkan
Bahasa
Novel Angkatan 20-an :
Bahasanya mengutamakan
keindahan bahasa daripada isi , menggunakan ejaan lama, pepatah, pribahasa
sehingga pembaca sukar untuk mengerti isi dari cerita tersebut.
Pola Pikir Masyarakat
Novel Angkatan 20-an :
Pola pikir masyarakat masih kolot,
terbelakang. Masih percaya akan adanya hal mistik dan sangat menjunjung tinggi
adat kebiasaan. Juga hanya perkataan orangtua lah yang paling benar dan harus
dituruti.
Tema Novel
Novel Angkatan 20-an :
Tema yang sering
diangkat menjadi tema pada novel angkatan 20-an adalah kawin paksa,
pertentangan adat, pertentangan antara kaum tua dan kaum muda.
Contoh karya sasta
angkatan 20’an :
· Balai Pustaka disebut angkatan 20an
atau populernya dengan sebutan angkatan Siti Nurbaya. Menurut Sarwadi (1999:
25) nama Balai Pustaka menunjuk pada dua pengertian: 1. Sebagai nama penerbit
2. Sebagai nama suatu angkatan dalam sastra Indonesia Balai Pustaka didirikan
pada masa itu untuk mencegah pengaruh buruk dari bacaan cabul dan liar yang
dihasilkan oleh sastra Melayu Rendah yang banyak menyoroti kehidupan pernyaian
(cabul) dan dianggap memiliki misi politis (liar). Angkatan Balai Pusataka
merupakan karya sastra di Indonesia yang terbit sejak tahun 1920, yang
dikeluarkan oleh penerbit Balai Pustaka. Prosa (roman, novel, cerita pendek dan
drama) dan puisi mulai menggantikan kedudukan syair, pantun, gurindam dan
hikayat dalam khazanah sastra di Indonesia pada masa ini.
· Siti Nurbaya (Karya Marah Rusli)-1922
Tema: Kasih tak sampai dan kawin paksa Tokoh: Sitti Nurbaya, Samsul Bahri,
Datuk Meringgih Sitti Nurbaya menceritakan cinta remaja antara Samsulbahri dan
Sitti Nurbaya, yang hendak menjalin cinta tetapi terpisah ketika Samsu dipaksa
pergi ke Batavia. Belum lama kemudian, Nurbaya menawarkan diri untuk menikah
dengan Datuk Meringgih (yang kaya tapi kasar) sebagai cara untuk ayahnya hidup
bebas dari utang; Nurbaya kemudian dibunuh oleh Meringgih. Pada akhir cerita
Samsu, yang menjadi anggota tentara kolonial Belanda, membunuh Meringgih dalam
suatu revolusi lalu meninggal akibat lukanya.
· Novel yang berjudul “Azab dan
Sengsara” karya Merari Siregar ini menceritakan kisah kehidupan seorang anak
gadis bernama Mariamin yang hidup sengsara karena harus mengurus ibunya yang
sakit-sakitan. Mariamin mempunyai kekasih yang berasal dari keluarga kaya dan
baik-baik yang bernama Aminu’ddin berjanji akan menikahinya setelah dia
mendapat pekerjaan tapi Aminu’ddin tidak menikahinya karena ayahnya tidak setuju
dengan hubungan mereka, Aminu’ddin hanya meminta maaf lewat surat .2 tahun
berlalu , mariamin pun menikah dengan pria yang tidak ia kenal bernama kasibun
yang setelah sekian lama mengidap penyakit yang dapat menular pada pasangannya.
Suatu ketika Aminu’ddin datang ke rumah mariamin dan karena suaminya cemburu
suaminya malah menyiksa dan memukul Aminu’ddin, karena tidak tahan mariamin pun
melaporkannya ke polisi Sampai akhirnya mereka bercerai. Kesudahannya Mariamin
terpaksa Pulang ke negrinya membawa nama yang kurang baik, membawa malu,
menambah azab dan sengsara yang bersarang di rumah kecil yang di pinggir sungai
Sipirok. Hidup Mariamin sudah habis dan kesengsaraannya di dunia sudah
berkesudahan. Azab dan Sengsara dunia ini sudah tinggal di atas bumi, berkubur
dengan jazad badan yang kasar itu.
Angkatan 30’an
UNSUR ESTETIK
Angkatan 30an :
1) Tidak banyak
menggunakan bahasa perumpamaan
2) Alur maju
3) Tokoh berwatak bulat
4) Tidak benyak digresi
(sisipan)
5) Sudut pandang orang
ketiga objektif
6) Bergaya romantic
UNSUR EKSTRAESTETIK
Angkatan 30an :
1) Masalah tentang
kehidupan masyarakat kota
2) Terdapat cita-cita
kebangsaan
3) Bersifat didaktis
Bahasa
Novel Angkatan 30-an :
Bahasa kurang sopan,
lebih apa adanya, sudah mendekati bahasa pada novel zaman sekarang.
Pola Pikir Masyarakat
Novel Angkatan 30-an:
Pola pikir masyarakat
semakin maju. Kaum wanita juga ingin maju seperti kaum lelaki.
Tema Novel
Novel Angkatan 30-an :
Tema yang sering
diangkat menjadi tema novel angkatan 30-an adalah perbedaan laki-laki dan
perempuan, perempuan ingin maju, emansipasi wanita.
Contoh karya sastra
angkatan 30’an:
Karya Abdul Muis :
Pertemuan Jodoh (novel, 1933)
Tulis Sutan Sati :
Syair Rosina (1933)
Angkatan 45’an
Angkatan ’45 merupakan
angkatan yang lahir pada masa sebelum dan awal kemerdekaan, Pengalaman hidup
dan gejolak sosial-politik-budaya telah mewarnai karya sastrawan Angkatan ‘45.
Karya sastra angkatan ini lebih realistik dibanding karya Angkatan Pujangga
baru yang romantik – idealistik. Sehingga karya sastra angkatan ini banyak
bercerita tentang perjuangan merebut kemerdekaan. Angkatan ini memiliki konsep
seni yang diberi judul “Surat Kepercayaan Gelanggang”. Konsep ini menyatakan
bahwa mereka ingin bebas berkarya sesuai alam kemerdekaan dan hati nurani. Penulis
yang termasuk angkatan ’45 adalah Chairil Anwar, Asrul Sani, Idrus, Achdiat K.
Mihardja, dan masih banyak penulis lainnya. Karya sastra yang dihasilkan oleh
angkatan ini diantaranya yang terkenal adalah Kerikil Tajam, Dari Ave Maria ke
Jalan Lain ke Roma, Atheis, dan banyak lainnya.
Ciri-ciri Angkatan ’45
adalah:
· Terbuka
· Pengaruh unsur sastra asing lebih luas
· Corak isi lebih realis, naturalis
· Individualisme sastrawan lebih
menonjol, dinamis, dan kritis
· Penghematan kata dalam karya
· Ekspresif
· Sinisme dan sarkasme
· Karangan prosa berkurang, puisi
berkembang
Contoh sastra pada masa
Angkatan ’45:
· Tiga Menguak Takdir (Chairil
Anwar-Asrul Sani-Rivai Apin)
· Deru Campur Debu (Chairil Anwar)
· Kerikil Tajam dan yang Terampas dan
yang Putus (Chairil Anwar)
· Pembebasan Pertama (Amal Hamzah)
· Kata Hati dan Perbuatan (Trisno
Sumarjo)
· Tandus (S. Rukiah)
· Puntung Berasap (Usmar Ismail)
· Suara (Toto Sudarto Bakhtiar)
· Surat Kertas Hijau (Sitor Situmorang)
· Dalam Sajak (Sitor Situmorang)
· Rekaman Tujuh Daerah (Mh. Rustandi
Kartakusumah)
Sastra
Indonesia Angkatan 50 – 60an
Setelah kami sudah bahas
dari awal pergerakan sastra Indonesia yang diawali dari angkatan Balai Pustaka,
terus Pujangga Baru, terus Angkatan 45, nah, sekarang kita masuk ke Angkatan
50-60an. Kenapa sih kami bahas buku-buku yang dicari aja udah susah? Karena
orang-orang lain udah banyak yang ngelupain buku-buku ini, makanya kita harus
melawan arus mainstream! Kudeta!! (biar enggak nyambung yang penting orasi
dulu)
Sastra Angkatan 50-60an
ditandai dengan adanya majalah sastra Kisah yang dipimpin oleh H. B. Jassin,
yang sering disebut sebagai Paul Sastra Indonesia. Hasil kerja kerasnya masih
bisa kita nikmatin sampe sekarang. Kamu bisa ke daerah Cikini, cari deh Pusat
Dokumentasi Sastra milik H.B. Jassin. Di tempat ini kamu bisa liat rekam
sejarah sastra Indonesia. Balik lagi ke soal sastra angkatan 50-an, muncul juga
nih gerakan komunis di kalangan sastrawan. Aktif banget ya sastrawan-sastrawan
era ini.Kalau kamu pernah dengar LEKRA (Lembaga Kebudajaan Rakjat), nah ini nih
tempat kumpulnya sastrawan-sastrawan yang mengusung konsep sastra
realisme-sosialis. Beraaaatttt. Kami juga kurang paham maksudnya apa, tapi yang
pasti mereka bekerja khusus di bidang kebudayaan, kesenian, dan ilmu
pengetahuan/ Nah karena adanya kubu-kubuan gini, pergerakan sastranya sendiri
jadi mandeg karena penulis-penulisnya malah masuk ke kancah politik praktis.
Puncaknya di tahun 1965, pas G30S meledak. Karena keliatan banget mana yang
pro-komunis dan anti-komunis. Duh..
Gadis
Pantai – Pramoedya Ananta Toer
Novel ini adalah salah
satu dari banyak karya Pramoedya, terbit di tahun 1965. Ceritanya tentang
wanita yang lahir di sebuah kampung nelayan di pantai utara Jawa. Kalau di
pantai selatan kayanya judulnya jadi Nyi Roro Kidul. Gadis Pantai ini dinikahin
sama salah seorang pembesar gitu, asal Bima, namanya Bendoro. Saking
berkuasanya dia, sampe enggak mau dateng ke pernikahannya sendiri dan cuma
diwarisin oleh sebilah keris. Dikiranya nikah apaan ya sama ini orang.
Bisa-bisanya cuma nyuruh keris buat ngewakilin. Setelah menikah, Gadis Pantai
tadinya maunya tetep tinggal di kampungnya. Tapi orang tuanya nyuruh dia buat
tinggal di kota, di rumahnya Bendoro. Akhirnya Gadis Pantai nurut dan tinggal
di sana. Sedihnya, di sana dia cuma tinggal sama pembantu-pembantunya. Bendoro
sendiri jarang juga dateng ke rumah itu. Macam ada status tapi enggak ada
hubungan gitu (mewakili teriakan banyak korban persoalan hati). Sampe akhirnya
Gadis Pantai tau kalau Bendoro mau nikah lagi sama orang yang status sosial dan
ekonominya sama dengan dia. Pas Gadis Pantai ngelawan karena enggak mau dimadu
(dangdut banget ya bahasa ‘dimadu’), dia malah diusir dan anak perempuannya
dengan Bendoro enggak dibolehin buat ikut dibawa. Kasihan ya. Tapi emang ini
yang terjadi pas masa itu. Apalagi di tahun 1920-an, orang-orang yang dari status
sosial dan ekonomi yang lebih rendah sering banget enggak diperlakukan dengan
manusiawi. Pramoedya ngejelasin hal ini dengan detail banget lewat novel Gadis
Pantai. Nah, buat kamu yang masih suka ngerendahin orang cuma karena status
sosial dan ekonominya, boleh langsung pergi ke masa lalu.
Dua
Dunia – N.H Dini
Setelah selama ini,
dari mulai tahun 1920an, pas era Balai Pustaka sampai era ’45 selalu didominasi
oleh kaum pria, akhirnya di angkatan ini muncul juga sastrawati. Kalau kamu
heran kenapa nama N.H. Dini sering banget disebut-sebut di ujian Bahasa
Indonesia, ya ini penyebabnya. Akhirnya ada juga penulis wanita diantara
dominasi kaum pria. Buku dia yang terkenal di tahun 1950-an adalah Dua Dunia,
Buku ini berisikan kumpulan cerita pendek yang ditulis ketika dia masih duduk
di bangku SMA, yang salah satunya berjudul Dua Dunia. Ceritanya tentang
perjuangan Iswanti, seorang janda muda satu anak yang harus berjuang mencari
nafkah dan mempertahankan anak satu-satunya, Kanti, agar enggak direbut oleh
mantan suaminya Darwo. Penderitaan Iswanti sebenernya udah dari awal karena dia
dipaksa menikah oleh Darwo yang ternyata di kemudian hari, di depan matanya,
selingkuh sama cewek lain. Tapi menurut orang-orang sekitarnya, termasuk ibu
mertuanya, hal itu adalah kesalahan Iswanti, karena mereka masih menganut paham
patriarki. Pokoknya kalau cowok itu bakal lebih bener. Gitu deh intinya. Nah,
melalui buku ini, Nh Dini banyak banget protes soal ajaran Jawa yang menurut
dia terlalu berorientasi pada kepentingan lelaki. Enggak heran, Nh Dini juga
sering disebut sebagai feminis, karena melalui karya-karyanya, dia menyampaikan
argumennya kalau perempuan dipersiapkan menjadi istri yang baik, seharusnya
bukan berarti dia jadi istri yang selalu tunduk dengan kata-kata dan perlakuan
suami, meskipun sebenernya itu enggak sesuai. Harusnya, menurut Nh Dini,
perempuan dan lelaki punya kedudukan yang sama untuk berpendapat dan juga
merespon pendapat orang lain. Visioner sekali eyang yang satu ini.
Tidak
Ada Esok – Mochtar Lubis
Merupakan novel yang
diterbitkan pada tahun 1950. Novel ini bercerita tentang perjuangan seorang
tokoh bernama Johan, ketika masa penjajahan Jepang, masa kemerdekaan dan paska
kemerdekaan. Johan bersama pasukan lainnya hendak mengepung para penjajah di
sebuah hutan, tapi kemudian dia malah bertanya-tanya ke dirinya sendiri dan
jadi galau sendiri. Iya, pas perang pun ternyata orang bisa galau. Tapi
berkualitas pasti kalau galaunya pas perang. Johan galau karena ngeliat
temen-temennya yang banyak meninggal jadi korban perang. Dia jadi mikir, kalau
dua pihak enggak ada yang berhentiin perang, pasti akan lebih banyak orang yang
meninggal sia-sia. Tapi akhirnya dia mengambil kesimpulan harus ada yang
dikorbankan demi kemerdekaan negara. Berkualitas sekali galaunya Johan.
Robohnya
Surau Kami – A.A Navis
Wah ini sih judulnya
sering banget keluar di ulangan Bahasa Indonesia. Tapi tau enggak, Robohnya
Surau Kami ini adalah kumpulan 8 cerita pendek? Jarang yang tau kan? Nah, buku
yang diproduksi taun 1955 ini emang kumpulan cerita pendek, salah satunya
adalah cerpen yang Robohnya Surau Kami. Cerpen ini berkisah tentang kritik A.A
Navis kepada orang-orang beragam terlalu ekstrem sampe lupa sama urusan dunia.
Salah satu kalimat yang paling terkenal dari cerpen ini adalah: “apakah Saya
gila akan pujian dan saya haus akan penyembahan”, sahut Tuhan. Wah, boleh nih
kalimat ini disampaikan langsung ke FPI.
Balada
Orang-orang Tercinta – W.S Rendra
Buku ini berisi 19
kumpulan puisi yang ditulis oleh W.S Rendra dan dipublikasiin tahun 1957.
Walaupun judul bukunya Ballada Orang-orang Tercinta, tapi nuansa puisi-puisinya
gelap, kelam, banyak kesedihan dan kematian. Misalnya, ada satu puisi di buku
itu yang judulnya Balada Ibu yang Dibunuh. Laah, Ibu yang Dibunuh kok jadi
balada. Gimana ini. Menurut kami, puisi-puisi di buku ini mungkin memang
menggambarkan suasana paska kemerdekaan yang masih kelam, meskipun ada
senengnya juga karena akhirnya merdeka. Buat lebih jelasnya, kamu bisa cari
tahu sendiri tentang buku ini.
Sastra di angkatan ini
emang lebih fresh karena selama ini selalu didominasi oleh kaum pria tapi
sekarang ada Nh. Dini. Di era ini, emang lagi jamannya orang-orang protes.
Enggak heran, karya sastranya juga kental banget dengan protes mengenai
kehidupan pada saat itu yang masih feodal dan masih ngebedain manusia dari
gender dan status sosial serta ekonominya. Makanya, udah enggak jaman lagi
masih deskriminasi orang cuma karena gender atau status sosial ekonominya
Angakatan
66’an
Sejarah
Angkatan 66
Angkatan ini ditandai dengan
terbitnya majalah sastra Horison. Semangat avant-garde sangat menonjol pada
angkatan ini. Banyak karya sastra pada angkatan ini yang sangat beragam dalam
aliran sastra, munculnya karya sastra beraliran surrealistik, arus kesadaran,
arketip, absurd, dan lain-lain pada masa angkatan ini di Indonesia. Penerbit
Pustaka Jayasangat banyak membantu dalam menerbitkan karya karya sastra pada
masa angkatan ini. Sastrawan pada akhir angkatan yang lalu termasuk juga dalam
kelompok ini sepertiMotinggo Busye, Purnawan Tjondronegoro, Djamil Suherman, Bur
Rasuanto, Goenawan Mohamad, Sapardi Djoko Damono dan Satyagraha Hoerip Soeprobo
dan termasuk paus sastra Indonesia, H.B. Jassin.Seorang sastrawan pada angkatan
50-60-an yang mendapat tempat pada angkatan ini adalah Iwan Simatupang. Pada
masanya, karya sastranya berupa novel, cerpen dan drama kurang mendapat
perhatian bahkan sering menimbulkan kesalahpahaman; ia lahir mendahului
jamannya. Beberapa satrawan pada angkatan ini antara lain: Umar Kayam,
Ikranegara, Leon Agusta, Arifin C. Noer, Akhudiat, Darmanto Jatman,Arief
Budiman, Goenawan Mohamad, Budi Darma, Hamsad Rangkuti, Putu Wijaya, Wisran
Hadi, Wing Kardjo, Taufik Ismail dan banyak lagi yang lainnya.
Ciri-ciri Angkatan 66
· Mulai dikenal gaya epik (bercerita)
pada puisi (muncul puisi-puisi balada).
· Puisinya menggambarkan kemuraman
(batin) hidup yang menderita.
· Prosanya menggambarkan masalah
kemasyarakatan, misalnya tentang perekonomian yang buruk, pengangguran, dan
kemiskinan.
· Cerita dengan latar perang dalam prosa
mulai berkurang, dan pertentangan dalam politik pemerintahan lebih banyak
mengemuka.
· Banyak terdapat penggunaan gaya
retorik dan slogan dalam puisi.
· Muncul puisi mantra dan prosa
surealisme (absurd) pada awal tahun 1970-an yang banyak berisi tentang kritik
sosial dan kesewenang-wenangan terhadap kaum lemah.
Unsur Estetik Angkatan
66
Angkatan ini lahir di
antara anak-anak muda dalam barisan perjuangan. Angkatan ini mendobrak
kemacetan-kemacetan yang disebabkan oleh pemimpin-pemimpin yang salah urus.
Para mahasiswa mengadakan demonstrasi besar-besaran menuntut ditegakkannya
keadilan dan kebenaran.
Ciri-ciri sastra pada
masa Angkatan ’66 adalah: bercorak perjuangan antitirani, protes politik, anti
kezaliman dan kebatilan, bercorak membela keadilan, mencintai nusa, bangsa,
negara dan persatuan, berontak terhadap ketidakadilan, pembelaan terhadap
Pancasila, berisi protes sosial dan politik. Hal tersebut diungkapkan dalam
karya sastra pada masa Angkatan ’66 antara lain: Pabrik (Putu Wijaya), Ziarah
(Iwan Simatupang), serta Tirani dan Benteng (Taufik Ismail).
· Penulis dan Karya Sastra
· Sutardji Calzoum Bachri
o O
o Amuk
o Kapak
· Abdul Hadi WM
o Laut Belum Pasang – (kumpulan puisi)
o Meditasi – (kumpulan puisi)
o Potret Panjang Seorang Pengunjung Pantai
Sanur – (kumpulan puisi)
o Tergantung Pada Angin – (kumpulan puisi)
o Anak Laut Anak Angin – (kumpulan puisi)
· Sapardi Djoko Damono
o Dukamu Abadi – (kumpulan puisi)
o Mata Pisau dan Akuarium – (kumpulan puisi)
o Perahu Kertas – (kumpulan puisi)
o Sihir Hujan – (kumpulan puisi)
o Hujan Bulan Juni – (kumpulan puisi)
o Arloji – (kumpulan puisi)
o Ayat-ayat Api – (kumpulan puisi)
· Goenawan Mohamad
o Interlude
o Parikesit
o Potret Seorang Penyair Muda Sebagai Si Malin
Kundang – (kumpulan esai)
o Asmaradana
o Misalkan Kita di Sarajevo
· Umar Kayam
o Seribu Kunang-kunang di Manhattan
o Sri Sumarah dan Bawuk – (kumpulan cerita
pendek)
o Lebaran di Karet, di Karet – (kumpulan
cerita pendek)
o Pada Suatu Saat di Bandar Sangging -
o Kelir Tanpa Batas
o Para Priyayi
o Jalan Menikung
· Danarto
o Godlob
o Adam Makrifat
o Berhala
· Putu Wijaya
o Telegram
o Stasiun
o Pabrik
o Gres – Putu Wijaya
o Bom
o Aduh – (drama)
o Edan – (drama)
o Dag Dig Dug – (drama)
· Iwan Simatupang
o Ziarah
o Kering
o Merahnya Merah
o Koong
o RT Nol / RW Nol – (drama)
o Tegak Lurus Dengan Langit
· Arifin C. Noer
o Tengul – (drama)
o Sumur Tanpa Dasar – (drama)
o Kapai Kapai – (drama)
· Djamil Suherman
o Sarip Tambak-Oso
o Umi Kulsum – (kumpulan cerita pendek)
o Perjalanan ke Akhirat
·
Sakerah
Komentar